:: UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Labu rope labu wana: sejarah Butun abad xvii-xviii

Susanto Zuhdi; ; Taufik Abdullah, co-promotor; Leirissa, Richard Zakarias, examiner; Edi Sedyawati, 1938-, examiner; Sartono Kartodirdjo, 1921-2007, examiner; Anhar Gonggong, examiner; Taufik Abdullah, co-promotor; Leirissa, Richard Zakarias, examiner; Edi Sedyawati, 1938-, examiner; Sartono Kartodirdjo, 1921-2007, examiner; Anhar Gonggong, examiner; Taufik Abdullah, co-promotor; Leirissa, Richard Zakarias, examiner; Edi Sedyawati, 1938-, examiner; Sartono Kartodirdjo, 1921-2007, examiner; Anhar Gonggong, examiner; Taufik Abdullah, co-promotor; Leirissa, Richard Zakarias, examiner; Edi Sedyawati, 1938-, examiner; Sartono Kartodirdjo, 1921-2007, examiner; Anhar Gonggong, examiner ([Publisher not identified] , 1999)

 Abstrak

Labu rope labu walla adalah ungkapan dalam bahasa Wolio (bahasa kaum penguasa di kerajaan Butun) yang berarti "berlabuh haluan, berlabuh buritan". Ungkapan ini diangkat dari historiografi tradisional berbentuk kabanti, berjudul Ajonga Inda Malusa (harfiah berarti Takaian yang tidak Luntur) karya Haji Abdul Gani, yang diperkirakan ditulis pertengahan abad ke-19.
Penyebutan nama Butun didasarkan atas pertimbangan yang berkaitan dengan asal-usulnya. Bahwa nama ilu telah lebih dahulu ada dikenal (pada rnasanya) daripada nama yang sekarang, Buton. Penduduk setempat menerima penycbulan atas pulau yang mereka diami, dari para pelaut di Kepulauan Nusantara yang sering menyinggahi di pulau itu. Banyaknya pohon Butu (Barringtania Asiatica, lihat Anceaux 1987:25) di sana, yang membuat para pelaut menyebut Butun sebagai penanda untuk pulau nu_ Penyebutan nama Butun untuk pulau itu sudah ada sebelum orang Majapahit menorehkan nama Butun di dalam Negarakartagallna (1365) dalam kerangka daerah "pembayar upeti". Sesudah masa itu, ketika telah berdiri kesultanan, penamaan Butun tetap digunakan. Dalam surat-surat perjanjian dengan VOC, sultan menyebut Butuni untuk wilayah kekuasaannya. orang Bugis/Makasar menyebut Butun dengan Butung. Nada sengau "ng" terdengar dari mulut mereka jika sebuah kata berakhir dengan konsonan. Sejajar dengan itu, orang Portugis menyebut Butun dengan Bulgur:. Orang Belandalah yang menyebut Buton, sebagai yang kita kenal sampai sckarang.

 File Digital: 1

Shelf
 Labu rope-full text (D 439).pdf :: Unduh

LOGIN required

  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D439 07-18-728611083 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 92039