Proses penyelesaian sengketa tanah pada masyarakat Sentani (kasus Ayapo dan Yoka)
Jannus Rumbino;
Tapi Omas Ihromi, supervisor; Masinambow, Eduard Karel Markus, examiner; Iwan Tjitradjaja, examiner
(Universitas Indonesia, 1995)
|
Kasus-kasus sengketa tanah yang terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Gejala ini merupakan konsekuensi logis dari pesatnya peningkatan kebutuhan akan lahan dalam pembangunan. Irian Jaya ternyata tidak bebas pula dari kasus-kasus sengketa tanah dan justru menarik karena banyak terjadi di antara penduduk asli Irian Jaya sendiri. Contoh kasus sengketa tanah yang dibahas ini mengenai dua desa dari penduduk asli Irian Jaya yang hidup di pinggiran kota. Oleh karena itu tulisan ini membahas tentang proses penyelesaian sengketa tanah pada penduduk asli pinggiran kota di Irian Jaya dalam konteks kemajemukan hukum.Manfaat dari tulisan ini adalah mengungkapkan proses penyelesaian sengketa tanah yang tidak hanya dilakukan dengan cara-cara adat yang sudah lazim dikenal dalam masyarakat yang bersangkutan tetapi juga digunakan cara-cara yang datang dari luar masyarakatnya sebagai akibat dari pengaruh yang datang dari kota. Selain itu tulisan ini diharapkan dapat menambah informasi tentang pola penguasaan dan pemilikan tanah adat di Irian Jaya. Fokus tentang proses penyelesaian sengketa tersebut dianalisis dengan menggunakan konsep kemajemukan hukum yang kuat dan kemajemukan hukum yang lemah menurut Griffiths.Sasaran penelitian ini adalah penduduk desa Ayapo dan penduduk desa Yoka di Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura Propinsi Irian Jaya. Penduduk desa Ayapo dan penduduk desa Yoka termasuk penduduk pinggiran kota. Sebagai penduduk pinggiran kota, sudah tentu tidak terhindar dari pengaruh-pengaruh yang datang dari kota, yang membawa perubahan pula pada proses penyelesaian sengketa tanah.Penelitian yang sifatnya kualitatif ini dilakukan di desa-desa tersebut di atas dengan menggunakan metode perluasan kasus (the extended case method), artinya unsur-unsur lain di luar sengketa tanah dan proses penyelesaiannya seperti letak dan keadaan geografis, asal usul dan perkembangan penduduk, mata pencaharian, pemukiman, kepemimpinan, pola penguasaan tanah, dan dampak pengaruh luar terhadap penguasaan tanah menjadi perhatian pula dari penulis sebagai peneliti. Sedangkan teknik-teknik pengumpulan data ditekankan pengamatan terlibat, wawancara mendalam dengan beberapa informan kunci; dan wawancara sambil lalu dengan penduduk desa pada umumnya.Sengketa tanah dan proses penyelesaiannya merupakan inti dari tulisan ini. Berkaitan dengan itu dikemukakan alasan/dasar tuntutan dari pihak-pihak yang bersengketa mengenai tanah yang disengketakan sedangkan dalam proses penyelesaian sengketanya, pihak-pihak yang bersengketa menggunakan cara-cara adat yaitu negosiasi/musyawarah, mediasi, rasa kekeluargaan. Pihak-pihak yang bersengketa menggunakan pula prosedur peradilan formal untuk mengesahkan kesepakatan-kesepakatan yang telah diputuskan di lingkungan adat. Peradilan formal (Pengadilan Negeri Jayapura, dan Pengadilan Tinggi Irian Jaya) secara silih berganti telah memenangkan pihak-pihak yang bersengketa. Tetapi ketika sengketa tanah antara pihak yang bersengketa dinaikkan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) di Jakarta, seluruh keputusan yang sebelumnya telah memenangkan pihak-pihak yang bersengketa dinyatakan batal dan tidak berlaku lagi. Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan akan mengadili sendiri sengketa/perkara itu dan sebagai hasilnya dikeluarkanlah keputusan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyatakan bahwa tidak ada pihak yang menang dan kalah dalam sengketa tersebut. Pihak-pihak yang bersengketa lebih baik menyelesaikan saja sengketa itu dengan cara-cara adat yang dilandasi dengan rasa kekeluargaan. Pihak-pihak yang bersengketa dapat melaksanakan keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan akhirnya berdamai juga pihak-pihak yang bersengketa.Kesimpulan yang dapat ditarik dari inti tulisan ini ialah dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara adat maupun cara-cara yang berlaku resmi di tingkat peradilan pemerintah. Klimaksnya pemerintah dalam hal ini Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak memenangkan salah satu pihak yang bersengketa, hanya dianjurkan agar sengketa/perkara itu diselesaikan secara musyawarah dan mufakat saja secara adat. Buktinya sengketa itu diselesaikan juga secara adat dan akhirnya berdamai juga pihak-pihak yang bersengketa. Tindakan Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak memutuskan salah satu pihak yang bersengketa sebagai pemenang dan mengembalikan sengketa/perkara itu untuk diselesaikan secara adat saja agar tidak merusak hubungan-hubungan sosial para pihak bersengketa yang telah lama terjalin secara turun temurun yang diistilahkan oleh Nader dan Todd sebagai hubungan multipleks. |
T6232 - Jannus Rumbino.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Universitas Indonesia, 1995 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resources |
Deskripsi Fisik : | xvi, 153 pages : illustration ; 30 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T-Pdf | 15-18-395130257 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 92631 |