:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Perlakuan masyarakat dan rehabilitasi sosial terhadap penderita kusta dan bekas penderita kusta di desa Tegal Mengkeb, Abiansemal, dan Lod Tunduh, Bali: suatu kajian antropologi kesehatan berkenaan dengan penyakit kusta

I Gusti Putu Sarjana; Boedhihartono, examiner; Meutia Farida Swasono, supervisor; Achmad F. Saifuddin, supervisor; Iwan Tjitradjaja, examiner ([Publisher not identified] , 1995)

 Abstrak

ABSTRAK
Pada masyarakat Bali penyakit kusta dikenal dengan berbagai sebutan, yakni goring agung, penyakit leplep atau gering ila. Mereka percaya etiologi penyakit ini adalah Hukum Karma Phala (hasil perbuatan) negatif seseorang terhadap dewa atau roh leluhur. Di samping itu bisa juga terjadi etiologi penyakit kusta dihubungkan dengan desti (magik). Kepercayaan ini masih tetap hidup pada masyarakat Tegal Mengkeb, Abiansemal, dan Lod Tunduh. Bahkan yang tidak kalah pentingnya kepercayaan ini sesuai pula dengan isi beberapa rontal khusus tentang kusta seperti rontal Prabhu Janantaka, Cukil Daki dan Yarta Tatwa. Selanjutnya sebagai akibat dari perkembangan dunia kedokteran, mereka mengenal juga etiologi lain dari penyakit kusta, yakni bibit penyakit atau kuman. Dengan demikian pada dasarnya mereka mengenal dua jenis etiologi kusta, yakni super-natural (niskala) dan natural (sekala). Pengetahuan tentang etiologi natural belum sepenuhnya mampu menggeser etiologi supernatural. Oleh karena itu penjelasan mereka terhadap etiologi penyakit kusta adalah bersifat campuran, yakni etiologi supernaturalistik dan naturalistik.
Penyakit kusta juga dianggap penyakit menular, sulit disembuhkan, menjijikkan dan menakutkan. Bahkan yang tidak kalah pentingnya, penyakit kusta bisa pula menimbulkan keletehan terhadap mikrokosmos maupun makrokosmos. Hal ini membawa konsekuensi yakni menimbulkan malapetaka tidak saja pada diri si penderita tetapi juga terhadap lingkungan sosial dan lingkungan islam, sebagai akibat dari terganggunya keharmonisan hubungan membangun kedua lingkungan tersebut.
Kepercayaan dan pengetahuan budaya tersebut mempengaruhi perlakuan mereka terhadap penderita kusta, yakni mereka dicemohkan atau bahkan diasingkan, dikucilkan dari lingkungan sosial. Termasuk di dalamnya pelarangan mengikuti kegiatan adat dan agama. Perlakuan serupa itu dikenakan pula kepada bekas penderita kusta yang cacat.
Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan berbagai cara yang dipedomani oleh kepercayaan dan pengetahuan mereka terhadap etiologi penyakit kusta. Sejalan dengan itu, bentuk pengobatan yang digunakan adalah pengobatan. tradisional, antara lain memakai jasa dukun, ramuan obat Bali dan aneka ritual pengampunan baik terhadap dewa maupun leluhur. Selain itu digunakan pula pengobatan medis (biomedis) yang didapatkan di Puskesmas, rumah sakit, praktek dokter dan paramedis swasta. Bahkan mereka mengenal pula wasor kusta yang khusus menangani penyakit kusta. Wasor kusta dianggap lebih efektif dalam menunaikan tugasnya daripada petugas kesehatan lain, karena mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu pendekatan yang mengakar pada sistem budaya masyarakat setempat. Meskipun demikian, dalam kenyataannya pengobatan tradisional dan medis satu lama lain tetap diterapkan bersamaan atau yang satu mendahului yang lain. Hal itu dilakukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Perlakuan masyarakat terhadap penderita kusta dan bekas penderita kusta serupa itu mengakibatkan mereka lebih senang berada pada dunianya sendiri. Hal ini dapat ditunjukkan dari adanya kenyataan bahwa banyak penderita kusta yang dinyatakan sembuh secara medis, tetap memilih bertempat tinggal di sebuah perkampungan kusta Yeh Putek. Namun di mana pun penderita kusta dan bekas penderita kusta bermukim, mereka selalu diliputi kondisi stres dan depresi. Kondisi ini adalah hasil akumulasi dari berbagai sumber penyebab stres dan depresi, yakni pengetahuan dan kepercayaan, tekanan adat dan agama, perlakuan keluarga maupun masyarakat, keadaan penyakit dan ciri-ciri ikutannya. Sedangkan untuk bekas penderita kusta hal itu ditambah lagi dengan adanya berbagai penyakit usia tua. Rehabilitasi sosial tidak banyak membantu mengurangi keadaan stres tersebut. Sebab kegiatannya kurang terpadu dan tidak banyak melibatkan keluarga maupun masyarakat.
Penderita kusta maupun bekas penderita kusta memiliki cara-cara tertentu untuk menanggulangi keadaan stres dan depresi. Misalnya berserah diri pada Tuhan, membuat tempat-tempat suci sehingga mereka bisa melakukan persembahyangan secara rutin, mengembangkan suatu penilaian bahwa penyakit kusta sebagai takdir, nasib atau garis hidup dan lain-lain. Namun, mengingat sumber stres dan depresi itu bersifat kompleks, yakni terkait dengan sistem sosial, sistem budaya, dan aspek medis, maka akibatnya mereka sulit keluar dari kondisi stres dan depresi. Meskipun demikian, bukti-bukti menunjukkan bahwa ada di antara mereka yang berhasil keluar dari kondisi stres dan depresi karena setelah melakukan ritual pembersihan mereka dapat berintegrasi dengan lingkungan masyarakat di mana mereka berada. Selain itu mereka memperoleh pula pekerjaan yang layak sehingga mampu mengembangkan kemandirian dalam rangka m

 File Digital: 1

Shelf
 T7041 - I Gusti Putu Sarjana.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1995
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resources
Deskripsi Fisik : xiii, 294 pages : illustration ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-18-773339219 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 92684