Pembangunan Kawasan Reaktor Nuklir GA. Siwabessy di Serpong, Jawa Barat yang meliputi juga Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy didasarkan pada pertimbangan bahwa teknologi nuklir memiliki suatu manfaat yang besar bagi pembangunan. Walaupun demikian paparan radiasi nuklir dan kontaminasi zat radioaktif dalam operasi normal maupun pada kasus kecelakaan, terutama terhadap kesehatan dan keselamatan manusia merupakan risiko penggunaan teknologi nuklir, sehingga pembangunan dan pengoperasian suatu instalasi nuklir -termasuk Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy-, selalu berpedoman pada tiga asas yaitu justifikasi, optimisasi (ALARA) dan limitasi. Selain itu diperlukan suatu studi AMDAL yang juga meliputi rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan Iingkungan (RPL) dan sudah dilakukan di Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy. Paparan radiasi nuklir dan kontaminasi zat radioaktif dapat terjadi di kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy sehingga diperlukan upaya pemantauan konsentrasi zat radioaktif di udara. Pemantauan secara periodik diperlukan untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya Iepasan zat radioaktif ke Iingkungan melalui cerobong atau lepasan zat radioaktif dalam udara ruangan kerja pada kondisi operasi normal sehingga bila terjadi peningkatan lepasan dapat segera dilakukan tindakan pengurangan atau penghentian operasi. Selain melaksanakan pemantauan secara teratur, Batan melalui SK Dirjen Batan No. PN 03/160/DJ/1989 telah menetapkan tingkat konsentrasi radioaktivitas dalam udara yang diperkenankan berdasarkan rekomendasi International Commission on Radiological Protection (ICRP Publication 26, 1977). Tingkat konsentrasi radioaktivitas di udara ini berkaitan dengan nilai limit on intake (ALI) pada jalur inhalasi dan kapasitas paru-paru pekerja radiasi dan anggota masyarakat. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah rekomendasi-rekomendasi yang telah diadopsi oleh Batan dari ICRP didasarkan pada perhitungan risiko yang menggunakan data fisiologi standar yang sebagian besar merupakan data manusia ras Kaukasus. Berdasarkan studi lanjut pada korban radiasi bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, ICRP menerbitkan rekomendasi keselamatan radiasi yang baru dalam ICRP Publication 60 tahun 1990, di mana salah satu butir rekomendasinya ialah pengurangan nilai batas dosis dari 50 mSv/tahun menjadi 20 mSv/tahun. Seperti pada ICRP Publication 26 tahun 1977, penentuan batas-batas standar keselamatan juga didasarkan pada standar fisiologi ras Kaukasus dan ditambah standar fisiologi manusia Jepang. Namun demikian rekomendasi keselamatan yang terakhir masih menjadi bahan studi negara-negara pemilik fasilitas nuklir.Salah satu aspek penting yang perlu dicermati dari rekomendasi batas dosis pada ICRP Publication 60 tahun 1990 yang boleh diterima oleh manusia adalah apakah desain sistem keselamatan yang diterapkan pada saat ini memenuhi kriteria tersebut. Apabila desain sistem keselamatan tidak memenuhi kriteria maka konsekuensi logisnya adalah perubahan desain keselamatan yang bemilai ekonomi sangat besar. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian aspek-aspek yang terkait dengan keselamatan. Kegiatan studi paparan internal pada jalur inhalasi menempatkan kondisi Iingkungan faktual pads saat Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy dalarn keadaan beroperasi yang meliputi :1. Definisi kapasitas paru-paru para pekerja di kawasan2. Rentang fluktuasi lepasan radionuklida di kawasan 3. Prediksi dosis interna yang disebabkan oleh paparan radionuklida yang terdeposisi di dalam tubuh melalui jalur inhalasi.Penelitian dan kajian dalam Studi Paparan Interna pada Jalur lnhalasi di Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy bertujuan untuk mendapatkan data kapasitas paru-paru pekerja di kawasan, untuk mendapatkan data jenis dan kadar radionuklida di udara kawasan, dan untuk memprediksi dosis interna yang diterima para pekerja. Data tersebut sangat berguna untuk mengevaluasi desain keselamatan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy baik yang mengacu pads ICRP Publication 26 tahun 1977 maupun ICRP Publication 60 tahun 1990 serta mengevaluasi prosedur-prosedur keselamatan yang diterapkan.Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan hipotesis penelitian ini sebagal berikut:Pertama; kapasitas paru-paru seseorang ditentukan oleh faktor jenis kelamin, umur, berat dan tinggi badan, serta kondisi kesehatan seseorang. Ras dan kondisi kesehatan seseorang diduga sangat menentukan nilai kapasitas paru-paru.Kedua; konsentrasi radioaktivitas di udara dipengaruhi oleh tinggi cerobong lepasan, dan faktor cuaca seperti kecepatan angin dan curah hujan. Tetapi faktor cuaca tersebut berlangsung sangat acak. Rentang maksimum diduga pada kondisi kecepatan angin rendah dan kondisi tidak hujan. Sedangkan rentang minimum diduga terjadi pada kondisi angin bertiup kencang dan kondisi sesudah hujan deras.Ketiga; prediksi dosis interna melalui jalur inhalasi ditentukan oleh kapasitas paru-paru yang meliputi kapasitas fungsional residu, volume ruang mati dan volume tidal; konsentrasi radioaktivitas di udara; diameter partikel radionuklida; laju pernapasan dan dimensi saluran pernapasan yang meliputi diameter trakea dan diameter bronkiolus. Sumbangan masing-masing parameter tersebut terhadap nilai dosis interna berbeda-beda. Diduga pengaruh terbesar diberikan oleh diameter trakea, diameter bronkiolus dan diameter partikel radionuklida yang terdeposisi di dalam tubuh.Studi paparan interna pada jalur inhalasi ini dilaksanakan di Kawasan Reaktor Nuklir G.A Siwabessy dalam radius sekitar 500 meter dari reaktor.Pengambilan sampel udara Iingkungan dilakukan pada enam titik pengukuran dengan memperhatikan arah angin dominan yaitu pada arah tenggara sampai selatan, sedangkan para pekerja yang diukur kapasitas paru-parunya meliputi juga pengukuran laju pernapasan berasal dari Pusat Reaktor Serbaguna G.A. Siwabessy sebagai responden di dalam gedung reaktor dan dari Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif untuk responden di Iuar gedung reaktor.Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis statistik sederhana untuk menghitung kapasitas paru-paru para pekerja, analisis spektroskopi nuktir untuk mengidentifikasi radionuklida dan menentukan konsentrasi radioaktivitasnya, analisis grafik untuk menentukan nilai activity median aerodynamic diameter (AMAD) serta penggunaan perangkat iunak LUDEP (Lung Dose Evaluation Program) 2.0 untuk memprediksi dosis interna. Parameter-parameter yang menjadi input dalam perhitungan dosis interna menggunakan LUDEP 2.0 ialah kapasitas paru-paru, dimensi saluran pernapasan, laju pernapasan; konsentrasi radioaktivitas di udara serta diameter partikel radionuklida.Pada penelitian ini diperoleh hasil nilai median kapasitas vital para pekerja di Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy sebesar 3,15 liter untuk pria dan 2,20 liter untuk wanita. Sedangkan nilai median volume tidal untuk pria ialah 1,04 liter dan untuk wanita sebesar 0,88 liter. Sementara di udara kawasan tersebut teridentifikasi radionuklida Thallium-208, Plumbum-212 dan Plumbum-214 yang berasal dari alam pada konsentrasi di bawah lima Bq/M3.Sedangkan hasil perhitungan dosis interna oleh para pekerja menggunakan perangkat lunak LUDEP 2.0 diperoleh penerimaan dosis efektif tertinggi untuk seluruh tubuh sebesar 3,097mSv/tahun pada radius 150 arah selatan tenggara gedung reaktor.Berdasarkan pengukuran, perhitungan dan kajian yang telah dilakukan dapat disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:Kapasitas paru-paru para pekerja di Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy relatif lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas paru-paru manusia ras Kaukasus yang dipakai sebagai standar ICRP. Hal ini dapat dilihat pada nilai perbandingan kapasitas vital para pekerja di kawasan tersebut terhadap kapasitas vital manusia ras Kaukasus yang dipakai sebagai standar ICRP yang nilainya lebih kecil dari satu.Di udara ruang kerja Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy dan di lingkungan luar reaktor pada radius 500 meter tidak ditemukan adanya radionuklida hasil fisi maupun hasil aktivasi, namun terdeteksi adanya radionuklida Thallium-208, Plumbum-212 dan Plumbum-214 yang berasal dari alam pada konsentrasi lebih kecil dari lima Bq/M3 udara. Dengan demikian pengoperasian Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy tidak menimbulkan efek peningkatan radioaktivitas pada Iingkungan udara di kawasan tersebut.Hasil prediksi perhitungan penerimaan dosis interna melalui jalur inhalasi selama satu tahun untuk konsentrasi radioaktivitas di udara dan ukuran AMAD yang sama, ternyata berbeda pads masing-masing pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kapasitas paru-paru, nilai dimensi saluran pernapasan dan nilai laju pernapasan yang menjadi input perhitungan dosis mempengaruhi penerimaan dosis intema melalui jalur inhalasi, walaupun tingkat pengaruhnya berbeda-beda untuk masing-masing parameter. Berdasarkan perhitungan tersebut penerimaan dosis efektif interna tertinggi nilainya hanya dalam orde 10 mSv. Apabila dibandingkan dengan penerimaan dosis eksterna tertinggi selama satu tahun yang nilainya adaiah 6,28 mSv, sumbangan dosis interna melalui jalur inhalasi terhadap keseluruhan penerimaan dosis tidak signifikan. Nilai ini juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan batas penerimaan dosis tertinggi tahunan menurut ICRP Publication 60 yaitu sebesar 20 mSv yang merupakan gabungan dosis intema dan dosis ekstema.Dari hasil penelitian ini juga terdapat beberapa saran yang baik bagi pengelola Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy maupun bagi para peneliti lain yang akan melakukan kajian lebih lanjut mengenai radioaktivitas di udara kawasan tersebut sebagai berikut: Untuk memperoleh hasil yang lebih baik pada pengukuran konsentrasi radioaktivitas di udara diperlukan waktu sampling dan waktu pencacahan yang lebih lama. Studi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digunakan dalam kajian keselamatan radiasi suatu instalasi nuklir; khususnya berkaitan dengan paparan interna melalui jalur inhalasi. The development of G.A. Siwabessy Nuclear Reactor Area at Serpong, West Java including G.A. Siwabessy Nuclear Reactor was based on thought that nuclear technology would benefit the nation. However, the effect of nuclear radiation exposure and radioactive contaminant in normal operation or accident cases, especially for human health and safety, are the risks introduced by the application of nuclear technology, so the development and operation of nuclear installations - including G.A. Siwabessy Nuclear Reactor - always take three principles namely justification, optimization (ALARA) and limitation. Beside, it is necessary to carry out study of analysis for environmental impact (AMDAL) including environmental management plan (RKL) and environmental monitoring plan (RPL) and this activity has already done at G.A. Siwabessy Nuclear Reactor.Nuclear radiation exposure and radioactive contaminant of the G.A. Siwabessy Nuclear Reactor area are necessary to be monitored. Regular monitoring is needed to detect the releasing of radionuclide into the air or working room at normal condition as early as possible. If the radioactive release improved, the operation could be reduced or stopped. Based on Director General Decree Number PN 03/160/DJ/1989, Batan has made a regulation on the limit of radioactive concentration in the air based on ICRP recommendation (ICRP Publication 26, 1977). The limit of radioactive concentration in the air is related to the limit of intake (ALI) of inhalation pathway and lung capacity of workers or members of public. It is necessary to know that the recommendations adopted Batan from ICRP are based on risk calculations using standard physiological data which much of them are the Caucasian data. Based on advanced researches of atomic bomb victims in Hiroshima and Nagasaki, ICRP published the new radiation safety recommendations in the ICRP Publication 60 year 1990. One of the recommendations is reduction of dose limit from 50 mSv/year to 20 mSv/year. As the recommendations in the ICRP Publication 26 year 1977, the safety standard limits are based on the physiological standard of the Caucasian with additional consideration of physiological standard of the Japanese. However, the recommendations are still assessed by countries which have nuclear facilities.One of important aspects of dose limit in the ICRP Publication 60 year 1990 is whether the safety system design fulfils the criteria. if the safety system doesn't fulfill the criteria so its consequence is expensive safety design change.Third, internal dose prediction through inhalation pathway is determined by lung capacity including residual functional capacity, dead space and tidal volume; concentration of radioactivity in the air, diameter of radionuclide particle; rate of respiration and also dimension of respiratory tract including diameter of trachea and diameter of bronchioles . The contribution of each parameter to the internal dose is different. It is estimated that the most influence is contributed by diameter of trachea, diameter of bronchioles and diameter of radionuclide particle deposited in the body.Study of internal dose at inhalation pathway was carried out in radius 500 meters from reactor. Air sampling was taken at six points by south east to south west wind direction. Meanwhile, the measurement of lung capacity of workers including the rate of respiration was carried out at G.A. Siwabessy Multi Purpose Reactor Centre and Radioactive Waste Management Centre.Simple statistic is applied to analyze lung capacity of workers; Nuclear spectroscopy method is used for identifying radionuclide and determining its concentration. Curved analysis is used for determining activity median aerodynamic diameter (AMAD). The effective internal dose was calculated by using software LUDEP (Lung Dose Evaluation Program) 2.0. with input of inhalation parameter including lung capacity, dimension of respiratory tract and rate of respiration. The concentration of radioactivity in the air and diameter of radionuclide particle are the other input parameters.The study reported that vital capacity median of workers is 3.15 liters for male and 2.20 liters for female. Meanwhile, tidal volume for male is 1.04 liters and it is 0.88 liters for female. Thallium-208, Plumbum-212 and Plumbum-214 from natural radioactivity at concentration under five Bq/M³ are identified in the air of G.A. Siwabessy Nuclear Reactor Area. Meanwhile, maximum body effective dose calculated using LUDEP2.0 is 3.097E-1 mSv/year at 150 meters from reactor in south-south east direction.The conclusions of this research are as follows:Lung capacity of workers at G.A. Siwabessy Nuclear Reactor Area is lower than the Caucasian lung capacity. It could be seen from comparative vital capacity value which is lower than one.There are no fissile and activated products indoor and outdoor at radius 500 meters. However, it is detected the existence of Thallium-208, Plumbum-212 and Plumbum-214 from natural radioactivity by concentration lower than five Bq/M³. So that, the operation of G.A. Siwabessy Nuclear Reactor does not cause the radioactive increment to the air.The calculation of annual body effective internal dose prediction for the same radioactive concentration and AMAD based on LUDEP 2.0 is different for each worker. This shows that lung capacity, dimension of respiratory tract and rate of respiration influence effective internal dose. Maximum effective internal dose received is approximately 10 mSv, compared to maximum external effective dose of 6.28 mSv, this contribution to total effective dose is not significant. According to ICRPPublication 60, the value is much lower than the annual permissible maximum dose (20 mSv) representing for internal and external dose.Results of the study suggests as follows :1. To get the better results in measurements of radioactive concentration inthe air it is suggested to take more time of sampling and counting in order.2. This study can be used for the assessment of radiation safety around nuclear installations, especially for the internal dose through inhalation pathway. |