Tesis ini adalah tentang penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal yang dilakukan oleh masyarakat setempat dan masyarakat pendatang di Dusun Jebu Laut, Desa Kelabat, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat. Perhatian utama tesis ini adalah: pada perizinan usaha penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal, pengorganisasian, keterlibatan warga masyarakat, proses penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal yang meliputi; eksplorasi, eksplorasi, pengolahan, pengangkutan, penjualan, dan pembagian hasil, serta pengamanan lokasi penambangan.Tesis ini untuk menunjukan bahwa kegiatan penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal masih berlangsung hingga scat ini karena adanya izin usaha pertambangan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan aparat lokal sehingga kegiatan penambangan pasir timah inkonvensioanal (Tl) ilegal , illegitimate, legitimate dan legal secara lokal.Masalah penelitian dalam tesis ini adalah; penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal di Dusun Jebu Laut, Desa Kelabat, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat dan sistem perizinan penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal. Sedangkan pertanyaan penelitian dari tesis ini adalah mengapa penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal masih berlangsung sampai sekarang walaupun melanggar hukum ?Dalam tesis ini, penambangan pasir timah inkonvensional ilegal dilihat dari perspektif penambang dan PT Timah Tbk, Pemda serta polisi dalam situasi konflik, berupa pelanggaran yang dilakukan oleh penambang masyarakat setempat dan pendmtang , PT Timah Tbk yang merasa berhak atas kuasa pertambangan, Pemda sebagai pihak yag berwenang dalam mengeluarkan perizinan dan polisi dalam hal ini polsek Jebus sebagai pemelihara keteraturan sosial dan penegak hukum. Oleh sebab itu dalam rangka memaharni semua gejala tersebut penulis menggunakan metode etnograf, yang dilakukan dengan cara pengamatan terlibat, pengamatan, wawancara dengan pedoman sehingga proses perizinan dan penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal dan tindakan polisi dalam menyikapi masalah tersebut terungkap.Hasil penelitian menunjukan bahwa penambangan pasir timah inkonvensional (TI) ilegal terns berlangsung karena masyarakat setempat merasa bahwa saatnya mereka menikmati sumber daya alam yang ada di wilayah ulayatnya yang pada masa orde baru dikuasai dan dikelola secara monopoli oleh PT Timah Tbk melalui Keputusan Dirjen Pertambangan Umum Nomor: 373.K /2014/DDJP/1995, dimana didalamnya terdapat klausul yang menyatakan luas wilayah KP (Kuasa Pertambangan) PT Timah Tbk yang meliputi daratan dan laut dengan jarak 4 mil dari pantai, masyarakat setempat dan masyarakat pendatang melakukan penambangan dengan mengacu pada kebudayaan yang mereka miliki, selain itu penambangan pasir timah juga tidak hanya dilakukan oleh masyarakat tetapi juga oleh aparat. Dalam melakukan penambangannya berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh kepala desa, yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku dengan konpensasi pembayaran dalam bentuk pemberian sumbangan 1 canting pasir timah yang digunakan untuk pembangunan tempat ibadah dan didistribusikan kepada pejabat muspika yang mengarah pada tindakan koruptif. Polisi sesuai dengan fungsinya tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi konflik antara masyarakat dengan PT Timah dan Pemda, balk sebagai pemelihara keteraturan sosial maupun sebagai penegak hukum. Dalam kegiatan sehari-hari para penambang mempererat hubungan diantara mereka maupun dengan aparat setempat dengan cara menjalin hubungan pertemanan, perantaraan, dan patron klien.Implikasi dan tesis ini adalah perlunya melakukan tindakan dengan menempatkan polisi sebagai mediator atau negosiator diantara pihak yang berkonflik dan penegak hukum. |