Kian derasnya arus budaya industri saat ini membuat pemahaman masyarakat terhadap sistcm pertanian tradisional kian menipis, bahkan cenderung semakin ditinggalkan bila clibandingkan dengan sistem pertanian modem yang dirasa mampu memberikan harapan bagi pcningkatan kualitas dan kuantitas hasil produksi pertanian. Petani dapat melakukan penanaman kapan saja disertai limpahan berbagai fasilitas kemudahan melalui teknologi pertanian yang maju, tetapi di sisi lain temyata berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan hidup. Sistem pertanian tradisional Jawa yang bertumpu kepada konvensi yang disebut Pranatamangsa, dinilai mampu memberi sumbangan positif terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Di Kabupaten Wonogiri yang terletak di wilayah selatan Propinsi Jawa Tengah, masih banyak petani yang dalam kegiatan bertaninya merujuk kepada sistem pertanian tradisional Jawa yang berpedoman pada Pranatamangsa Masih diterapkannya Pranatamangsa olqh petani di Wonogiri khususnya di Desa Jatipurwo, Kecamatan Jatipurno, setidaknya disebabkan oleh dua faktor: (1) kondisi geograiis Wonogiri yang sebagian besar terdiri atas lahan petbukitan dan lahan pertanian yang ada sebagian besar adalah lahan tadah hujan, (2) nilai-nilai budaya tradisi masih mengakar dalam kehidupan masyarakat Wonogiri. Pranaramangsa memuat adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan serta kearifan dalarn memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam agar kelestariannya terjaga dengan baik. Keberadaan pranatamangsa dan faktor-faktor sosio-budaya pendukung kegiatan bertani merupakan upaya pendekatan orang Jawa kepada alam. Berdasarkan pemikiran di atas maka peneiiti melakukan studi kasus pmnaramangsa pada petani pengelola Iahan tadah hujan (PPLTH) di Desa Jatipurwo, Kecamatan Jatipurno, Kabupaten Wonogiri yang masih menggunakan pranaramangsa sebagai pedoman kegiatan bertani mereka. Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung penerapan pranammangsa dan sosio-budaya pendukung pada petani pengelola lahan tada11 hujan di desa penelitian dan dampaknya terhadap kelestarian lingkungan hidup. Alasan penentuan Desa Jatipurwo tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena petani di desa Jatipurwo dominan dengan pengguna pranatamangsa dan masyarakatnya relatif masih kuat mcmpertahankan khasanah sosio-budayanya. Di samping itu, penulis lebih mengenal wilayah Kabupaten Wonogiri daripada wilayah lain yang mungkin representalif juga sebagai lokasi penelitian. Pada penelitian ini selain lokasi penelitian diaclakan pula Iokasi pembanding atau desa kontrol yaitu Desa Pondok, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri. Penulis menyadari bahwa kondisi pcnulis mempunyai berbagai keterbatasan, baik tenaga, waktu maupun biaya. Namun kriteria-kriteria dasar penentuan yang digunakan pada penelitian ini cukup mengarah pada desa kontrol yang representatif. Cakupan masalah yang diadikan fokus penelitian ini adalah persepsi masyarakat di Desa Jatipurwo terhaclap pranatamangsa, dan variabel-variabel sosio budaya yang meliputi: adat-istiadat, kearcayaan, tradisi dan pola kebiasaan yang berlaku, proses akulturasi, dan perubahan-perubahan sosial yang tengah berlangsung. Knteria yang dijadikan dasar penentuan desa kontrol adalah mayoritas petani pengelola lahan tadah hujan di desa tersebut sudah tidak lagi menggunakan pranatamangsa sebagai pedoman tani, dan secara fisiograiis maupun kultural kemiripan dengan desa penelitian. Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode survei, dengan pengambilan data pokok dilakukan secara langsung di lokasi penelitian yang mengacu pada variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian ini. Fokus utama penelitian ini adalah penerapan pranaramangsa oleh petani pengelola lahan tadah hujan di Desa Jatipurwo, sebagai variabel terlkat (dependen); dan faktor- faktor sosio-budaya yang mempengaruhi penerapan pranaramangsa yang meliputi persepsi masyarakat terhadap lingkungan, adat-istiadat, tradisi atau pola kebiasaan, sistem kepercayaan, tata nilai dan norma budaya, yang dinyatakan sebagai variabel bebas (independen). Di samping data primer, penelitian ini memanfaatkan data sekunder berupa catatan-catatan atau literatur yang berhubungan dengan fokus penelitian. The strong attack of industrial culture at present highly degrades the people?s understanding oftraditional agriculture makes people shift to modern system which is considered more promising in terms ofquality and quantity. Though planting can be made at any time with abundant facilities advanced technology, negative impacts on the environment are inevitable. A number of experts consider Pranatamangsa-a guidelines of Javanese traditional agriculture is able to contribute positively to environment management. Many farmers nowadays still apply this system in Wonogiri District, Central Java because of at least 2 (two) factors, to wit, (1) by geographic condition, Wonogiri is mostly hilly and the tields there are mostly rain-fed, (2) local traditions are still strong among the local community. Pranatamangsa contains prudence and wisdom in exploiting and managing natural resources for sustainability. Pranatamcmgsa and socio cultural aspects supporting agricultural activities being the way how they approach mother nature become an integral part oflavanese cosmic perception. Based on the foregoing, the researcher made a case study of farm-workers of rain-fed iield in Desa Jalipurwo, Sub-district of Jatipurno, District of Wonogiri adopting Pranatamangsa for their agricultural activities. This research is generally aimed at learning factors supporting application ofPranaramangsa and supporting socio-cultural aspects there and effect thereof on environment preservation. Dem Jaripurwo is selected to be a sample area since the dominantly apply the method and the village people there still maintain their local socio-cultural value. In addition the researcher knows the representative area in District of Wonogiri well for survey. Comparison is also made to a control village, to wit, Desa Pondok, Sub-district oflllgadirojo, District of Wonogiri. The researcher realizes that it is necessary to include topographic and bioclimatologic factors to attain more representative control site- To that end, a long process is needed, while the researcher?s resources are limited in terms of energy, time and fund. However, basic criteria adopted in this reseach sufficiently lead to representative control village. The researcher focuses on attitude and perception of the people in Desc: Jatipurwo towards Pranaramangsa and socio-cultural variables which include belief, tradition and custom, acculturation process and on-going social changes. Determination ofcontrol village is based on the fact that the majority of rain-fed rice lield workers no longer apply Pranatamangsa and physiographically and culturally they have similarities to the researched-village. This research is designed to adopt empirical method by referring to variable being the focus of this survey. The major focus is application of Pranatamangsa by rain-fed rice field workers in Desc: Jatipurwo as dependent variable and socio-cultural aspects altecting application of Pranatamangsa which include attitude and perception of local people towards environment, custom, tradition, belief, value System and cultural norms as independent variable. |