:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Peran hutan kota dalam menurunkan tingkat kebisingan lingkungan: studi kasus kota Manggala Wanabakti = Role of the urban forest in decreasing the environment noise level: a case study of Manggala Wanabakti Urban forest

Denny Sudharnoto; Bianpoen, supervisor; Hadi Sukadi Alikodra, supervisor (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996)

 Abstrak

Pembangunan di wilayah perkotaan sering lebih banyak digambarkan oleh adanya perkembangan fisik kota. Gejala pembangunan kota pada mass lalu mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan Ruang Terbuka Hijau dan menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan menjadi peerrnukiman, perkotaan, industri, tempat-tempat rekreasi, dan lain-lain. Untuk itu kini semakin disadari, bahwa wilayah penyangga hijau di kota tidak hanya menjadikan indah dan sejuk, namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumber daya alam akan menjadi terjaga, yang pada giliirannya akan ikut memberikan kenyamanan, kesegaran dan terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan.
Wilayah penyangga hijau akan sangat dibutuhkan pada wilayah perkotaan guna mencegah degradasi kualitas lingkungan, di samping meningkatkan kebutuhan akan sarana dan prasarananya. Dan catatan sejarah dinyatakan bahwa sekitar 2000 tahun yang silam, tepatnya (100 - 44 S.M.) Julius Caesar dari Roma pernah merasa terganggu dengan suara-suara keras yang timbul dari roda-roda besi kereta kuda {kariot). Untuk itu diperintahkan memindahkan jalur jalur yang dilalui kariot tersebut dengan suatu pemisah, yakni berupa hutan-hutan kota dari lingkungan pemukiman penduduk agar polusi suara yang ditimbulkannya dapat teredam. Pemikiran semacam perlindungan terhadap suara yang tidak dikehendaki (bising) demi meningkatkan/melestarikan kualitas lingkungan rupanya sudah dipikirkan pada masa 2000 tahun lebih yang lalu.
Meskipun demikian pemikiran semacam perlindungan terhadap kebisingan tidak berkembang dengan pesat. Hal ini dimungkinkan karena sebelumnya masih dianggap remeh. Sejalan dengan berkembangnya hutan kota, rupanya orang mulai memikirkan manfaat-manfaat yang didapat dengan adanya hutan kota tersebut, termasuk adanya kenyamanan dalam hal penurunan kebisingan. Melalui hutan kota, dapat pula dirasakan iklim mikro yang cukup nyaman karena pepohonan dan vegetasi yang ada di dalamnya mampu menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi manusia melalui pengaturan suhu, cahaya, kelembaban dan aliran udara.
Di Indonesia, melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dan penghijauan, pembangunan hutan kota merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari rangkaian usaha pembangunan nasional dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat yang merata, seperti yang dimaksudkan dalam falsafah serta tujuan hidup Bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Keberhasilan suatu pembangunan jelas tidak dapat dipisahkan dari dasar hukum, atau peraturan perundang-undangan yang mendasarinya maupun yang mengatur pelaksanaannya demi tercapainya tujuan.
Pegangan dasar tentang pemanfaatan hutan kota secara tersirat telah termaktub dalam pedoman pegamalan Pancasila, UUD 1945, terutama dalam Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Sedangkan landasan konsepsional pemanfaatan hutan kota diliput dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Bahkan dalam undang-undang mengenai lingkungan hidup, terdapat undang-undang:
1. Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan yang diundangkan pada tanggal 24 Mei 1967. Pasal 5 ayat (1), menyatakan bahwa, "Semua hutan dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara"
3. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pengaturan tentang lingkungan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang, membuktikan bahwa Pemerintah memandang panting fungsi dari ekosistem yang lestari, baik terhadap ekosistem di Iuar areal perkotaan maupun di dalam areal perkotaan. Pada saat ini, hares disadari bahwa lingkungan merupakan sumber daya lainnya yang tidak dapat diabaikan. Hal ini disebabkan suatu disain pembangunan kota tanpa disertainya disain lingkungan sebagai sumberdaya alam, tidak akan mencapai basil yang diinginkan.
Kiranya hutan kota merupakan salah satu altematif terhadap upaya perbaikan lingkungan, terutarna di perkotaan yang umumnya lahan semakin berkurang. Untuk itu kiranya perlu upaya semaksimal mungkin agar peranan hutan kota menjadi lebih besar lagi, terutama dengan adanya perubahan suhu melalui kegiatan evapotranspirasi sehingga tercipta suatu suhu nyaman. Suatu lingkungan dapat dikatakan nyaman apabila perbedaan antara suhu minimun dan maksimuni tidak berbeda jauh dan tingkat kelembabannya relatif tinggi.
Hutan kota merupakan komponen lingkungan yang memiliki potensi sangat luas penyusunan program pembangunan hutan kota asas-asas yang mendasarinya adalah asas kelestarian, asas manfaat, serta asas keserasian dan keseimbangan. Asas kelestarian menghendaki agar vegetasi sebagai penghasil oksigen, tanah dan air sebagai kebutuhan esensial mahluk hidup akan tetap berfungsi secara maksimal dan lestari. Asas manfaat mempersyaratkan agar setiap penggunaan ruang dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak.
Di samping itu, jajaran pepohonan juga berfungsi menyegarkan udara karena mengkonsurnsi karbondioksida (CO) dan menghasilkan oksigen (02), selain secara tidak langsung ikut pula menurunkan tingkat kebisingan. Bahkan dalam hal penurunan tingkat kebisingan, hutan kota mempunyai kontribusi yang cukup besar.
Berkaitan dengan uraian di atas maka masalah pada penelitian ini adalah :
1. Sejauh manakah keberhasilan hutan kota dalam upaya meredam kebisingan, khususnya pada tempat kegiatan bekerja penduduk kota dan sekitarnya ?
2. Sejauh manakah keterkaitan antar faktor-faktor ekologis hutan kota, seperti struktur hutan kota dapat ikut berpengaruh terhadap kemampuan meredam suara bising lalu lintas ?
Dari permasalahan tersebut, penelitian ini akan mencari hubungan antar keberadaan hutan kota dengan masing-masing variabel yang diujikan, seperti suhu udara, kelembaban udara, tingkat kebisingan dan kecepatan angin. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
a. Keberadaan hutan kota mempunyai hubungan dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa adanya penurunan tingkat kebisingan lalu lintas.
b. Adanya hubungan keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa adanya penurunan nilai temperatur dan naiknya kelembaban udara.
c. Adanya hubungan yang berkorelasi positip antara komposisi dan struktur pembentuk suatu hutan kota dengan penurunan tingkat kebisingan lalu lintas.
d. Adanya hubungan antara modifikasi temperatur dan kelembaban udara akibat keberadaan hutan kota dengan tinggi rendahnya nilai kebisingan terekam.
Penelitian dilakukan selama 21 hari berturut-urut di Hutan Kota Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat. Jenis penelitian adalah Stratified Purposed Random Sampling dengan mengambil data-data untuk kebisingan, suhu dan kelembaban pada titik-titik yang telah ditentukan sebelumnya. Pengambilan data dilakukan secara serentak pada waktu-waktu yang juga telah ditentukan sebelumnya. Jumlah data secara keseluruhan adalah 144 untuk masing-masing variabel yang akan diujikan. Untuk pengumpulan data tambahan, dilakukan pengukuran arah dan kecepatan angin. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan untuk mendapatkan dan membaca hasil yang lebih maksimal dipergunakan histogram antar masing-masing variabel, begitu pula untuk melihat hubungan antar variabel yang diujikan.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Adanya hubungan antara keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa penurunantingkat kebisingan lalu lintas. Meskipun demikian dapat dirinci lebih jauh lagi :
a. Relatif tidak berbedanya penurunan kebisingan antar satuan hari kesibukan, dimana satuan hari Senin-Jum'at (75,42 dB) mempunyai tingkat kebisingan tertinggi diantara satuan hari Selasa-Rabu-Kamis (75,30 dB) dan Sabtu-Mmggu (75,09 dB).
b. Ada perbedaan rata-rata tingkat kebisingan antar satuan waktu tingkat kepadatan lalu lintas, dimana waktu Sangat Padat/pukul 0600 - 10°° berada pada tingkat kebisingan tertinggi (74,95 dB) di antara ketiga waktu pengukuran yang lain, yaitu Sedang/pukul 1100 - 15° (65,09 dB), Padat/pukul 1600 - 20°0 (65,76 dB) dan Lengang/pukul 2100 - 01°0 (60,02 dB).
c. Ada perbedaan rata-rata tingkat kebisingan antar titik pengukuran berdasarkan jarak dan struktur vegetasi pembentuknya, dimana titik pengukuran I berada pads tingkat kebisingan tertinggi (75,27 dB) diantara ketiga titik pengukuran lainnya, yaitu titik II (62,59 dB), titik III (55,62 dB) dan titik IV (60,34 dB).
2. Adanya hubungan yang berkorelasi positip, dimana struktur hutan kota yang lebih rapat dan berstrata banyak mempunyai keefektifan yang lebih besar dalam upaya peredaman tingkat kebisingan lalu limas.
3. Adanya hubungan antara keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan yang secara umum diikuti dengan penurunan nilai temperatur dan naiknya kelembaban udara.
4. Adanya hubungan antara temperatur dan kelembaban udara akibat keberadaan hutan kota dengan tinggi rendahnya nilai kebisingan yang terekam, dimana secara umum naiknya temperatur cenderung akan menyebabkan naiknya tingkat kebisingan terekam, sebaiknya naiknya kelembaban udara secara umum cenderung akan menyebabkan turunnya tingkat kebisingan.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan hutan kota yang biasanya diketahui sebagai penghasil oksigen (D2), ternyata juga mempunyai peranan cukup penting dalam upaya memperbaiki kondisi lingkungan fisik perkotaan lainnya, terutama untuk perbaikan penurunan tingkat kebisingan, di samping secara umum terjadi pula penurunan suhu udara dan peningkatan kelembaban udara. Dengan demikian diharapkan timbul kesadaran dan kepedulian penduduk perkotaan untuk mengambil manfaat yang akan didapat dengan menanam pepohonan baik di pekarangan maupun pada lahan-lahan penghijauan.

The development in the city areas is mostly characterized by the existence of the city's physical growth. The trend of the city development in the past was more inclined to minimize green open space and to dissipate the nature itself. Arable land mostly became residential area, city, industrial estate, recreational parks and any more.
Therefore now it is becoming a major concern, that green sustenance area in the city is not only making it beautiful and cool, but the aspect of preservation, compatibility and balanced of natural resources can be maintained, which later on they can provide comfortness, refreshness and freedom the city from pollution and noise.
Green preserved area will be highly needed in the city area prevent the defradation of the environment quality, besides to improve the needs of facilities and infrastructures. Based on history, about 2,000 years ago, around (100 - 44 BC) Julius Caesar from Rome was disturbed by the noises accured from the chariots wheels. Therefore, there was a decree to move lanes designated for chariots with a boundary, which was city forest within residential area, with purpose to reduce the noise level. The thought such as protecting from the unwanted noise in order to improve/maintain their environment quality was actually a major concern about 2,000 years ago.
With such fact, the thought of protecting from the noise did not grow rapidly. The reason behind this was due the ignorance of most people. Along with the Urban Forest development, then people started to be concern the benefit of it including the comfortness in terms of noise reduction.
Through Urban Forest, also we can sense the comfort of climate on micro level, since tress and vegetation in it can create micro climate which comfort for people through coordination of temperature, light, humidity and air circulation.
In Indonesia, through the existing laws in relation with living environment and green movement, the development of urban's forest is such activity that cannot be separated from the national development which is aimed to achieve the prosperity for all the people, as stated in the national philosophy of Indonesia, Pancasila. The success of development definitely cannot be separated from the fundamental principle, or laws which area the guidance or as regulation in aiming the objective.
The basic principle about utilization of urban forest is explicitly stated in the implementation guidance of Pancasila, 1945 State Constitution, particularly in chapter 33 articles 3 says: "Land, water and natural resources are controlled by the state and fully utilized for the benefit of the people". While the basic concept of the city forest utilization is described in state policies. Even within the environment laws, there are:
1. Law Number 411982 about Principle Decree of Environmental Management.
2. Law Number 511967 about Forestry Principle Decree which was ratified on May 24, 1967. Chapter 5 article 1, state that ?All forest within the area of the Republic Indonesia includes its natural resources area controlled by the State.
3. Law Number 511990 about Conservation of Biological Natural Resources and Its Ecosystems.
The environmental management which is stated in laws, it is proved that the government puts major priority on the function of sustainable ecosystem, both for ecosystem inside and out of urban area. At the moment, we need to be aware that environment is another natural resource which cannot be neglected. Therefore, such city master plan which has no environment design, cannot optimally achieved the objective.
City is an alternative for environmental improvement, especially in urban area which is generally facing land deterioration. Therefore, we need to put our great effort to strengthen the role of urban forest, especially due to the temperature change as a consequence of evapotranspiration if the difference between minimum and maximum temperature is not quite different and its humidity level is relatively high. Urban forest is an environment component which has great advantage to play a major role as needed. In formulating the development program of the urban forest, some basic principles to be considered are preservation, benefit, harmonious and stability.
The principle of preservation is aimed to have vegetation as oxygen producer, land and water as the essential need for human being to be optimally utilized and preserved at the same time. The principle of benefit is required to each use of space and natural resource in it can be beneficial for the welfare of the whole people. Moreover, the trees are serving as air refresher, since they consume carbon dioxide and supplies oxygen, and indirectly also reduce the noise level. Even in reducing the noise level, urban forest has such major contribution.
In relation with the above explanation, the issues in this thesis are:
1. How far the success of urban forest in reducing the noise level, particularly in the business district of the urban population and its vicinity?
2. Is there any correlation between temperature and humidity in the urban area that possible to influence the high or low level of noise reduction caused by traffic activity?
From the problem concerned, this research will find the correlation between the existences of urban forest with each variable being tested, such as temperature, humidity, noise level and wing speed. Hypothesis being proposed in this research is:
a. The existence of urban forest has correlation with the improvement of environment quality, such as the reduction of traffic noise level.
b. There is correlation of the existence of urban forest with the improvement of environment quality, such as the reduction of temperature and the rise of humidity.
c. There is positive correlation between the composition and form structure of urban forest with the reduction of traffic noise level.
d. There is correlation between the composition of temperature and humidity due to the existence of urban forest with its high and low of noise value being recorded.
Research was conducted for 21 days consecutively at Manggala Wanabakti Urban Forest, Central Jakarta. The type of research is Stratified Purposed Random Sampling by taking data for noise, temperature and humidity on certain targeted points. Data collection was conducted at once at designated time. The total data is 144 for each variable which will be tested. For additional data collection, the measurement of wind direction and speed was performed. Data analysis was done descriptively and in getting much better result, we use histogram between variables, as well as for knowing the correlation between variables being tested.
Results of the research are:
1. There is correlation between the existences of urban forest with the improvement of environment quality, in the form of the reduction of traffic noise level. Nevertheless, the details further are:
a. Relatively no difference in the decrease of noise on each busy day, where each day of Monday-Friday (75,42 dB) has be highest noise level among each day of Tuesday, Wednesday and Thursday (75,30 dB) and Saturday-Sunday (75,09 dB).
b. There is difference of average noise level on each period of heavy traffic level, where period of Very Heavy/between 0600 - 10°° is on the highest noise level (74,95 dB) among the three other time measurement, that is Medium/between 110° - 1500 (65,09 dB), Heavy/between I6°° - 20°° (65,76 dB) and Light/between 2100 - 0100 (60,02 dB).
c. There is different of average noise level on each point of measurement based on distance and its form of vegetation structure, where point of measurement T is on the highest noise level (75,27 dB) among the three other point of measurement, that is point of measurement point II (62,59 dB), point III (55,62 dB) and point IV (60,34 dB).
2. There is positive correlation, where the structure of urban forest which is closer and with strata has much larger\electiveness in reducing the traffic noise level.
3. There is correlation between the existence of urban forest with the improvement of environment quality which generally followed by the reduction of temperature and the rise of humidity.
4. There is correlation between temperature and humidity due to the existence of urban forest with its high and low of noise value being recorded, where generally the rise of temperature tends to cause the rise of recorded noise value, on the other hand the rise of humidity generally tends to cause the reduction of noise level.
Based on the result of hypothesis testing, thus we can conclude that the existence of urban forest which is known as oxygen producer, in fact it has also important role in improving the physical condition of other city environment, especially for improving the reduction of noise level, besides in general there is also temperature reduction and the rise of humidity. Therefore, we hope that there will be awareness and concern of urban population to take the advantage by planting trees both in their yard or green areas.

 File Digital: 1

Shelf
 T8190-Denny Sudharnoto.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xxviii, 138 pages : illustration ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-18-636719097 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 93834