Masa remaja awal (early adolescence) menandai permulaan masa remaja, mencakup berbagai transisi dari ketidak matangan atau immaturity menuju kematangan atau maturity (Amett & Taber, Graber & Brooks-Gunn, Hoffman dalam Steinberg, 2002). Usia ini dipandang saat yang tepat untuk memberikan intervensi atau pengarahan (Carnegie Council on Adolescent Development, Hamburg dalam Crockett & Crouter, 1995).Prestasi menjadi pokok permasalahan di usia remaja awal (Steinberg, 2002). Namun transisi ke usia remaja membawa permasalahan. Ditemukan bahwa motivasi intrinsik untuk tugas-tugas akademik umumnya mengalami penurunan, demikian pula keseluruhan prestasi (urdan & Klein, 1998).Ada perbedaan nyata antara remaja yang tidak dapat mempergunakan potensinya dengan remaja yang berprestasi tinggi. Hasil penelitian mengindikasi faktor yang sangat berperan di usia remaja dan berdampak positif pada kehidupan di usia dewasa (Clausen, Clausen &. Jones, dalam Shanahan, 2000; Clausen dalam Reynolds, Boyd, Burge, Harris, Robbins, 2004). Faktor tersebut adalah planful competence, yaitu kemampuan seseorang (remaja) untuk dapat memegang kendali atas perjalanan hidupnya, dengan memiliki tujuan yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau bidang pekerjaan, serta melakukan langkah-langkah untuk mewujudkannya.Penelitian ini ingin mendapatkan gambaran planful competence pada remaja awal berprestasi di sekolah yang diduga memiliki planful comperence, serta peranan lingkungan sosialnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Wawancara digunakan sebagai alat memperoleh data, dilengkapi instrumen Rotter?s locus of control yang dianalisa secara kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan remaja yang memiliki planful competence dapat menjalani hidupnya secara lebih terarah karena memiliki tujuan dan minat yang lebih jelas. Mereka mempergunakan waktu lebih efisien dan efektif, untuk meiakukan usaha meningkatkan kemampuannya sejalan dengan arah minat dan cita-citanya. Karena umumnya remaja tersebut memiliki cita-cita yang berkaitan dengan bidang akademik, maka dengan sendirinya planfulness mereka mendukung usaha yang dilakukan di sekolah serta prestasi akademik yang dicapainya.Peranan mikrosistem dan significant others sangat besar mendukung perkembangan planful competence. Orang tua dan guru dapat menjadi motivator sekaligus model untuk berprestasi dan bersikap planfull. Berbeda dengan peranan teman sebaya, yang justru menurunkan motivasi dan semangat berprestasi di sekolah.Untuk penelitian mendatang perlu memperhatikan tipe sekolah dan jalinan rapport dengan subjek. Penelitian longitudinal bisa dilakukan. Penelitian dengan subjek orang-orang sukses juga dapat memberi masukan berharga mengenai keadaan nyata di Indonesia. Penelitian selanjutnya dapat menghubungkan planful competence dengan hal lain seperti strategi belajar, dan sebagainya.Masukan untuk orang tua dan pendidik mengenai pentingnya menjadi model bagi remaja dan pentingnya mengembangkan sense of efficacy. Penting untuk memberi masukan mengenai berbagai bidang ilmu dan karir kepada remaja guna membentuk planfulness-nya. |