Restoran cepat saji (fast food restaurant) merupakan sejenis restoran yang memiliki karakterislik makanannya biasanya telah tersedia sehingga setelah dipesan dapat langsung dibawa untuk dikonsumsi ditempat atau dibawa pulang. Budaya masyarakat perkolaan yang senang untuk mengunjungi restoran cepat saji sepertinya telah menjadi gaya hidup-Hal ini menyebabkan persaingan bisnis restoran cepat saji semakin ketat dengan semakin banyaknya restoran cepat saji lokal maupun internasional.Sama seperti halnya sebuah produk, restoran cepat saji juga memiliki merek (brand) yang melekat pada dirinya. Merek merupakan identitas yang melekat pada sebuah sebuah produk sehingga dapat dibedakan dengan produk lainnya. Mcrek akan semakin memberikan arti apabila produk tersebut ditawarkan ke konsumen. Untuk itu perlu dibangun ekuitas merek yang kuat sehingga merek yang ada akan mcmperoleh banyak keuntungan seperti dapat dilakukannya brand extension.Ekuitas merek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah CBBE (Customer Based Brand Equity) yang mempunyai dasar dari pemikiran bahwa kckuatan mock tcrlctak pada apa yang telah dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengar pelanggan tentang merek untuk jangka waktu tertentu. Dalam kasus penelitian ini, konsumen restoran cepat saji harus mengaiami langsung (based on experienced) dengan mengkonsumsi makanan yang ada direstoran cepat saji tersebut sehingga pengusaha restoran cepat saji harus lebih cerdik dalam mensiasati apa-apa saja hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan ekuitas merek misalnya me]alui program komunikasi yang tepat.Ada 7 (tujuh) merek (brand) restoran cepat saji yang diukur ekuitasnya didalam penelitian ini yang menurut penulis cukup pantas untuk diteliti yaitu McDonalds, Kentucky Fried Chicken (KFC), California Fried Chicken (CFC), Texas Fried Chicken (TFC), Wendy's, dan Hoka Hoka Bento. Pengukuran Ekuilas merek (Brand Equity) dalam penelitian ini dibangun dari 4 (empat) dimensi yaitu brand awareness, brand loyally, perceived quality dan brand image. Masing-masing variabel laten ini diturunkan menjadi variabel-variabel operasional yang diharapkan dapat menjelaskan variabel-variabel dimensi pembentuk brand equity tersebut.Penelitian ini dimaksudkan untuk 1) Mengetahui nilai brand equity dari ketujuh resloran cepat saji yang diteliti. 2) Mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara brand equity secara keseluruhan dengan kinerja (berdasarkan persepsi) restoran cepat saji. 3) Mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel-variabel pembentuk brand equity dengan kinerja restoran cepat saji. 4) Dapat membandingkan resloran yang dipersepsikan berkinerja tinggi dengan yang berkinerja rendah untuk variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi kinerja restoran cepat saji. Perlu diketahui kinerja yang dimaksud peneliti adalah pertumbuhan yang dilihat dari tahun berdiri (tahun masuknya restoran cepat saji ini ke Indonesia) dan jumlah gerai yang ada di Indonesia.Penelitian yang dilakukan oleh penulis bertempat di Universitas Trisakti Jakarta dengan jumlah responden 280 orang untuk ketujuh restoran ccpat saji yang diteliti. Sehingga profil umum responden yang terbentuk usia berada dikisaran 16-25 tahun, lajang, dan mahasiswa.Dari penelitian yang dilakukan, dengan menjumlahkan rerata variabel-variabel dimensi pembentuk brand equity tersebut diperoleh basil score brand equity tertinggi ditempati oleh restoran cepat saji McDonalds, kemudian disusul secara berurutan oleh KFC, Hoka-Hoka Bento, CFC, TFC, Popeye's, dan Wendy's.Ternyata brand equity secara keseluruhan memang mempengaruhi kinerja restoran eepat saji yang berdasarkan persepsi (diperoleh dengan me-regresikan brand equity dengan kinerja). Brand equity yang diperoleh penulis merupakan basil faktor analisis dari ketiga variabel pembentuknya yaitu brand loyalty, perceived quality dan brand Image, karena brand awareness dikeluarkan dari pembentuk brand equity karena tidak dapat diproses lebih lanjut_ Penjelasan yang secara statistik dapat kita lihat dari angka KMO pada output SPSSI3. Untuk itu secara tidak langsung memang ada hubungan antara brand loyally, perceived quality dan brand image dengan kinerja restoran cepat saji.Penemuan yang tidak diduga ofeh penulis temyata yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap kinerja jika meregresikan variabel-variabel pembentuk brand equity (brand awareness, brand loyally, perceived quality, dan brand image) adalah brand loyalty saja. Memang hal ini diukung oleh teori yang mengatakan bahwa inti dari brand equity adalah brand loyalty, karena loayalitas identik dengan pembelian kembali yang menguntungkan pengusaha restoran cepat saji dimasa yang akan datang.Pembahasan yang berikutnya adalah melihat perbedaan restoran berkinerja tinggi dengan restoran yang berkinerja rendah pada variabel brand loyalty (karena hanya ini yang secara langsung signifikan memberikan pengaruh terhadap kinerja restoran cepat saji yang juga dilandaskan persepsi). Perbedaan dilihat dengan mem-breakdown masing-masing variabel operasional untuk brand loyally. Dari 6 (enam) variabel operasional yang ada memang semuanya signifikan, akan tetapi ada 2 (dua) yang bisa dikatakan cukup rendah yaitu kemungkinan untuk pindah ke restoran lain dan kemungkinan tidak berkunjung secara reguler. Hal inilah yang membuat Penulis menyatakan konsumen restoran cepat saji berada pada satisfied buyer with switching cost. Sedangkan keempat varibel opersional lainnya untuk brand loyalty seperti cukup puas jika berkunjung ke restoran ini, merekomendasikan restoran ini pada orang lain, ingin berkunjung kembali dan memilih restoran ini sebagai pilihan pertama sudah dirasakan cukup tinggi. Akan tetapi menurut penulis perlu ditingkatkan lagi, jika pengusaha restoran cepat saji ingin meningkatkan loyalitas ketingkat selanjutnya yaitu likes the brands (menganggap merek sebagai temannya).Bagi penelitian selanjutnya diharapkan, diambilnya respondcn cepat saji di mall sehingga seluruh segmentasi usia dapat tersentuh yang memang benar-benar dapat merepresentasikan konsumen restoran cepat saji. |