Sivilitas demokratis (democratic civility) yang dikcmukakan Hefner (1998) --biladisederhanakan-- bermakna "tata sosio-politik-kultural yang memiliki nilai-nilaikebebasan, kesederajadan dan toleransi yang melandasi Qartisipasi demokraliswarganegara dalam sebuah tatanan pplitik inteeratif dengan mengandaikan adanyakerjasama antara yvarganegara dan ncgara yang mampu melindungi hak-hakwarganegara di wilayahnya". Bagaimanakah kemungkinan tatanan seperti itu dapatterwujud pada kehidupan para aktivis partai politik di Surakarla? Basis ekonomidipandang sebagai entiy point untuk memahami perilaku dan tindakan politik para aktivistersebut. Scdangkan perilaku dan tindakan para aktivis digunakan sebagai entry pointpula dalam memahami kemungkinan terbentuknya democratic civility di Surakana.Kerangka teori yang saya pakai sebagai "pegangan awal" penelitian adalalikombinasi teori democratic civility (Hefner), civil society ('l`ocqucville dan NeeraClmndhnlce) danformnl - shadow economy (Evers dan McGee). Hal ini akan dilambahdengan teori 0'DonnclI dan Schmitter tcntang Negara Otoritarian-Birokratik (NOB) dankorporatismc negara yang dimaksudkan untuk mernahami sistem polilik pcmcrintahanSocharto sebagai kontcks makro historis.Penclitian kualitatif yang betsifat cksploratif ini (karena beium ada salu punpenelitian tentang topik ini secara empiris) menyimpulkan bahwa kemungkinanterbentuknya democratic civility tersebut masih bcrsifa:-embrional. Secara umum nilaikebebasan, kesederajadan, toleransi, kemandirian, partisipasi, dan ketaatan pada hukumtelah mempengaruhi nuansa atmosfer politik mereka tetapi pada ruang dan waktu lertentuia masih rentan terhadap nilai-nilai anti-dcmokrasi, misalnya "politik uang", kekerasan,pemaksaan kchcndak dan tidak responsif terhadap aspirasi publik. Sebab itu iamembutuhkan kerja sinergis berbagai pihak terkait --bukan hanya para aktivis parlaipolitik- danhersifat multi-dimensional -bukan hanya berbasiskan pada dimensi (basis)ekonomi-- sccara jangka panjang dengan membuat jejaring antara kullur dan slruktursosial sebagai pijakannya yang didasarkan pada nilai-nilai dasar demokrasi (termasukketiga nilai dasar democratic civility Hefner). Tcmuan lapaugan menunjukkan bahwadinamika politik kepartaian ditandai oleh kecenderungan perubahan dari pola otorilarianmenuju ke (transisi) demokratis. Pada titik ini, scjumlah peluang dan hambatan turutmewarnai dinamika kchidupan para aktivis partai politik tcrsebut.Kcsimpulan ini didasarkan pada hasil analisis terhadap para aktivis partai po1iti!<_(terutama terhadap basis massa pendukung, dinamika kepartaian secara historis, basisekonomi dan variabel lain, serta peluang dan hambalan) dengan mcnggunakan dataprimer dan sekunder yang diperoleh melalui tcknik snowbnlling, wawancara takberstruktur, wawancara mendalam, pengamatan tcrlibat, data statistik, media massa(misalnya: kliping koran), dokumcntasi rclevan, literatur dan hasil penelitian terkait_Trianggulasi dan pendekatan cmik - etik pun diterapkan tcrhadap data Iapangan agardiperoleh data yang sahih. Analisis mendasarkan diri pada reduksi data, sajian data danpenarikn kcsimpulan yang kemudian disusun menjadi laporan penalitian parsial dan akhirberdasarkan negotiated understanding antara penelili dan subyek penelitian.Temuan lapangan menghasilkan "implikasi teoritik" baik terhadap teori yangmcnjadi "pegangan awal penelitian" maupun teori lain yang masuk kc "ruang kesadaran"peneliti karena "dirangsang" oleh data lapangan. Pertama, konsep Negara Otoritarian Birokratis (O'Donnell) dan korporatisme negara (Schmitter) masih rclevan untukmemahami dinamika kepartaian secara historis terutama Era Soeharto. Kcdua, konsepSamuel Huntington tentang strong government tcrlihat jelas pada Era Soeharto. Ketiga,begitu kuatnya stale pada era tersebut membawa saya kian mengafirmasi pcrlunyaimplementasi civil society --terularna sebagaimana dikcmulcakan Toequevillc, NeeraChandhoke, dan Hefner" pada masyarakat. Kecmpat, konsep civil society secaravertikal (vis a vis state) dan secara horisontal (terhadap asosiasi-asosiusi lain) padaperkembangan terakhir di Surakarta cenderung untuk dikombinasikan, sehingga bercorakkolaborasi-kritis balk secara vertikal maupun horisontal. Kelima, konsep formaleconomy, shadow economy, informal economy, subsistence production dan dark economy(Evers dan McGee) kiranya sangat membanlu dalarn memahami basis elconomi subyekpenelitian. Namun sejurnlah konscp tersebut "tumpang-tindih" atau dapat dikenakanbersama-sama pada subyek tertentu sehingga sulit untuk membuat kategorisasi. Kecnam,konsep democratic civility (Hefner) terbukti sangat abstrak bagi para informan (subyekpenelitian) sehingga diperlukan penelitian lanjutan yang memungkinkan perumusan"konsep tingkat mencngah" (Merton) supaya lebih aplikatii Ketujuh, konsep "asosiasi"(Neem Chandhoke) bersifat terlalu luas, sehingga mencakup semua pengelompokansosial, akan tetapi manakah yang menjadi "tulang punggung" civil society menjadi tidakjelas. Hal ini diperumit oleh data lapangan bahwa secara personal sejmnlah individu yangterintegrasi di dalam negara (regimist actors, terinspirasi oleh ternniiologi Hefner:regimis! Islam) sckaligus pulzfmenjadi anggota asosiasi sosial (civil actors, terinspirasioleh tenninologi Hefner: civil Islam). Sehingga apa yang dimaksud dengan "asosiasi"tersebut --dari sudut pandang aktor-- mcnjadi tidak jclas pada temuan ini. Menurut saya -sccara tentatifl- visi dan nlisi asosiasilah yang perlu menjadi titik pijak, bukankeanggotaan personal. Kedelapan, pemahaman terhadap makna civil society kiranyamasih di dalam proses perkembangan yang jauh dari iinalitas kesepakatan antar teoritisi.Tetapi tak dapat dipungkiri, bahwa konsep itu menjadi prasyarat utama bagi hadirnyakehidupan yang clemokratis di antara sesama warganegara serta interaksi amara\varganugara (baik personal maupun asosiasional atau organisasional) dengan ncgara.Kescmbilan, konsep-konsep teori sosiologi lclasik dan modern masih cukup relevan padatopik ini: (1) "fakta sosial" (Emile Durkheim); (2) aneka tindakan sosial alas dasarsubjective meaning (Wcbcr); (3) tindakan sosial bcrdasarkan motif (interests dan values)menurut Parsons; (3) hukum besi oligarkhi (Robert Michels); (4) "hukum sosial" LordActon: "Tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada adalairkepcntingan abadi"; (5)?desubllmasi represif" (Herbert Mnrcuse), (6) teori strukturasi: inleraksi antara agencydan structure (Anthony Giddens); dan (7) "ruang publik" (public sphere) menurutJuergen Hatbermas. VBerkaitan untuk memperoleh ternuan lapangan, sccara mclhodologis, small groupdiscussion susah untuk diterapkan karena faksionalisme dan kesalingcurigaan politikyang terjadi pada para aktivis partai tcrtcntu. Cross-check cenderung dilakukan secarainterpersonal dan atas dasar data sekunder. Sedangkan bagian mcthodologi Iain dapalditerapkan dalam penelitian.Karena penelitian bersifat eksploratif maka peluang untuk mengadakan penclitianlebih mendalam tentang topik ini sangat terbuka lebas, dengan berbagai macam sudutpandang, kcrangka tcori, mcthodologi, subyek penelitian dan lokasi penelitian. Kajianlanjutan sangat diperlukan untuk memperdalam dan mcmperluas cksplorasi awal ini. |