Volatilitas return sebuah saham menggambarkan fluktuasi pada return saham tersebut, yang sekaligus juga menunjukkan risikonya. Investor yang spekulatif menyukai saham-saham yang mempunyai volatilitas tinggi, karena memungkinkan memperoleh keuntungan (gain) yang besar dalam jangka waktu yang singkat. Selain keuntungan besar, volatilitas yang tinggi dapat mengakibatkan kerugian (loss) yang besar pula. Untuk menghindari kerugian ini, dibutuhkan model yang dapat digunakan memprediksi return dan volatilitas saham.Volatilitas juga dipandang sebagai salah satu ukuran kecepatan pasar (speed of the market). Pasar yang bergerak lambat (move slowly) adalah pasar yang bervo]alilitas rendah (low-volatility market), sedangkan pasar yang bergerak cepat (move quickly) adalah pasar yang bervolatilitas tinggi (high-volatility market).Tujuan penelitian ini adalah membuat model dan menganalisis tingkat volatilitas return saham-saham perbankan yang ada di Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama periode 1998-2005. Model-mode] yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan untuk melakukan peramalan (forecasting) volatilitas masa yang akan datang. Dalam pembuatan model optimal ini, model ARMAIARIMA terbukti cukup baik dijadikan sebagai model dasar untuk conditional mean. Dari 23 bank yang diteliti, 17 bank memiliki volatilitas yang heteroskedastic, sedangkan 6 bank lainnya homoskedastic. Terhadap bank-bank yang volatilitasnya homoskedastic, model volatilitasnya cukup dihitung menggunakan formula deviasi standar biasa. Volatilitas yang bersifat heteroskedastic akan berupa conditional variance dan estimasinya lebih cocok menggunakan metoda ARCH (AutoRegressive Conditional Heteroskedasticity).Penelitian ini membuktikan bahwa model ARCHIGARCH beserta varian-variannya cukup baik untuk memodelkan volatilitas yang heteroskedastic. Model ARCH(1) adalah model keluarga ARCHIGARCH yang paling cocok digunakan memodelkan saham-saham perbankan Indonesia, jauh lebih cocok (fit) dibandingkan dengan model GARCH(l,l) yang sangat digemari di beberapa pasar global dunia. Model volatilitas ARCH(l) dipakai oleh 8 bank, kemudian model EGARCH dipakai oleh 4 bank, yaitu 2 bank memakai model EGARCH(0,1,0), I bank memakai model EGARCH(1,1,4), dan I bank lagi memakai model EGARCH(1,0,1). Model volatilitas lainnya yang digunakan adalah 3 bank menggunakan model TARCH(1,1,1), 1 bank menggunakan model GARCH(1,1), dan I bank lagi menggunakan model PARCH(1,1,0,1). Keseluruhan model-model optimal yang dihasilkan ini sudah signifikan pada significance level 5%.Temuan lain dari penelitian ini menyimpulkan penggunaan variabel-variabel makroekonomi seperti tingkat SBI, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga kredit ternyata tidak cocok digunakan sebagai regressor untuk pembuatan model conditional mean dan conditional variance, terutama bila dikombinasikan dengan GARCH(I,I). Akan tetapi variabeI-variabel makroekonomi ini dapat digunakan untuk perbaikan model conditional mean dengan jalan menambahkannya pada model ARMAJARJMA yang diperoleh, seperti terlihat pada model untuk 5 bank_ Penggunaan model ARCHIGARCH bagi perbaikan conditional mean dapat dilakukan melalui penambahan komponen ARCH-MIGARCH-M, seperti terlihat pada model untuk 6 bank.Bagi investor yang memiliki karakteristik risk averse, melakukan investasi dengan membeli dan menyimpan saham-saharn perbankan Indonesia bukanlah hal yang dianjurkan. Kesimpulan ini didasarkan pada temuan yang menyatakan hanya 8 dari 23 bank yang memiliki rata-rata return bulanan yang positif. Dui 8 yang positif ini ada 3 bank yang memberikan return rata-rata diatas return rata-rata IHSG, dan hanya 2 bank yang diatas return rata-rata tingkat SBI. Return rata-rata saham perbankan Indonesia secara keseluruhan adalah -0,52% per bulan. Bagi investor yang memiliki karakteristik risk-taker, membeli saham-saham perbankan Indonesia cukup menjanjikan, karena volatilitas saham-saham perbankan di Bursa Efek Jakarta cukup tinggi. Penelitian ini menunjukkan ada bank yang volatilitas return-nya mencapai 33% per bulan, dan bahkan ada juga yang return maksimumnya diatas 100% per bulan. The volatility of a share's returns depicts the fluctuation of the returns of the shares which at the same time also shows its risk. Speculative investors like shares of high volatility, because such shares make possible to earn large gains within a short time. Besides big gains, high volatility could bring big losses too. To avoid these losses, a good model is needed that could be used to predict the return and volatility of shares.Volatility is also deemed as one of measurements to rate the speed of the market. A market that moves slowly is a low-volatility market, while a market that moves quickly is a high-volatility market.The goal of this research is to create the optimal models and analyze the return volatility of banking shares listed on the Jakarta Stock Exchange (JSX) during the 1998-2005 period. The models created is expected to be useable for the forecasting of future volatility. In making the optimal model, the ARMAIARIMA model is proven to be good enough as a basic model for the conditional mean. Of 23 banks examined, 17 showed a heteroskedastic volatility, while 6 others showed a homoskedastic volatility. On the banks with homoskedastic volatility, it is adequate to calculate the model's volatility by applying the naive method based on historical sample variance (i.e. ordinary standard deviation formula). The heteroskedastic volatility will take the conditional variance form and its estimation is more suitable using the AutoRegressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH) method.The research proves that the ARCHIGARCH (Generalized ARCH) model along with its variants is good enough to be a model of a heteroskedastic volatility. The ARCH(1) model is of the family of ARCHIGARCH models which is most suitable for use to model Indonesian banking shares, more fit in comparison with the GARCH(1,1) model which is the most favorite among several world global market. The ARCH(1) volatility model is used by 8 banks, the EGARCH model by 4 banks, i.e. 2 banks use the EGARCH(0,1,0), I bank uses the EGARCH(1,1,4) model, and another 1 bank uses the EGARCH (1,0,1) model. The other volatility models used are: 3 banks uses the TARCH (1,1,1) model, 1 bank uses the GARCH(1,1) model, and 1 more bank uses the PARCH (1,1,0,1) model. The whole optimal models created are already significant at the significance level of 5%.Another finding of this research concluded that the macroeconomic variables such as SBI rate, inflation rate, and credit interest rate are not suitable for use as the regressors in making the conditional mean and conditional variance model, particularly when combined with GARCH(1,1). These macroeconomic variables, however, could be used to make improvements on the conditional mean model by adding it to the ARMAIARIMA model obtained, such as to be seen in the model for 5 banks. An application of the ARCHIGARCH model to improve on the conditional mean can be done through adding an ARCH-MI LARCH-M model, as seen in the model for 6 banks.For investors with risk-averse characteristic, to invest by purchasing and holding Indonesian banking shares is not encouraged. This conclusion is based on the finding that only 8 out of 23 banks have have a positive average monthly return. Of the 8 with positive average, 3 banks yielded an average return above the IHSG average return, and only 2 banks had an average return above the SBI rate. The average return of Indonesian banking shares as a whole is -0,52% per month. For investors who are risk-taker, to buy Indonesian banking shares is quite promising, because the volatility banking shares on the Jakarta Stocks Exchange is quite high. The research shows there was a bank which had a return volatility of 33% per month, and there was even a maximum return of over 100% per month. |