Sebuah fenomena telah terjadi pada anak-anak di sekolah dan di masyarakat. Fenomena tersebut ditandai dengan perilaku, seperti menyakiti dengan lelucon, ejekan dan perkataan yang kasar. Hal tersebut dapat bertambah parah jika sampai pada panggilan yang buruk, penyerangan secara personal dan mempermalukan orang lain di depan umum (Ross, 1998). Fenomena tersebut dinamakan bullying.Dalam kosa kata Bahasa Indonesia ada yang mengartikan bullying sebagai perilaku "menggertak' atau `menggencet' namun padanan kata tersebut dirasa belum tepat untuk merepresentasikan kata bullying itu sendiri sehingga untuk pembahasan selanjutnya, kata bullying akan tetap dipakai. Bullying dapat didefinisikan sebagai sebuah pola perilaku agresif yang berulang, dengan intensi yang negatif, diarahkan dari seorang anak kepada anak yang lain, di mana ada kekuatan yang tidak seimbang (alweus, 1993). Agresivitas dapat menjadi bullying jika seorang anak mempunyai target orang tertentu sehingga perilaku tersebut diarahkan kepada orang yang biasanya lemah dan tidak berdaya (Papalia, 2004). Menurut Dlweus, (1993) perilaku agresif ini meliputi perilaku fisik atau verbal yang merupakan perilaku yang terus-menerus dan bertujuan untuk menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain.Perubahan iklim pendidikan dewasa ini dalam kaitannya dengan perilaku bullying telah menimbulkan kebutuhan untuk bekerja sama antara guru, manajemen sekolah, siswa, orangtua dan karyawan penunjang sekolah untuk mengembangkan strategi, kebijakan dan program yang efektif untuk merangsang kesuksesan dan rasa aman semua siswa dalam bersekolah, terutama dalam usaha pencegahan perilaku bullying di sekolah.Hal ini dilakukan dalam kerangka untuk menghindari dampak negatif bullying yang dapat menghambat proses belajar anak di sekolah bahkan akan terus berpengaruh buruk kepada anak setelah beranjak dewasa. Oleh karena itu, perlu adanya suatu cara untuk mencegah maupun mengintervensi perilaku bullying tersebut. Modul Program Pendidikan Pencegahan Perilaku Bullying di Sekolah Dasar merupakan sebuah usaha yang dapat dilakukan untuk melakukan pencegahan dan menciptakan sekolah bebas bullying.Dari hasil olah data lapangan analisa kebutuhan menunjukkan bahwa sebesar 31.8 % siswa pernah mengalami bullying. Sedangkan, jenis bullying yang paling banyak terjadi adalah bullying non-verbal sebesar 77.3%. Selanjutnya sebesar 40.1% siswa pemah mengalami bullying verbal dan 36.1% siswa pernah mengalami bullying fisik. Hasil perhitungan data lapangan ini menunjukkan bahwa bullying telah terjadi di sekolah dasar. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar kebutuhan untuk melakukan penyusunan modul pencegahan perilaku bullying di sekolah dasar.Bullying yang terjadi di sekolah dasar yang menjadi subyek analisis kebutuhan berkaitan dengan jenis bullying non-fisik atau psikologis. Berdasarkan hal ini maka ditetapkan tujuan dan sasaran program yang relevan dari hasil analisis kebutuhan tersebut. Adapun sasaran yang ingin dicapai meliputi perubahan/perkembangan dalam hal kognitif (pengetahuan), afeksi (sikap/nilai) serta psikomotor (perilaku yang dapat diamati) yang didasarkan pada model Goleman yang meliputi baik itu keterampilan kognitif, keterampilan emosi dan keterampilan perilaku (dalam Munandar 2002).Tujuan dari modul program ini adalah untuk membantu sekolah mengembangkan dan menerapkan rencana pelaksanaan peningkatan rasa aman, terutama pada aspek sosial dan psikologis di sekolah yang dapat menurunkan dan mencegah fenomena bullying.Program yang disusun ini merupakan paket program yang dapat dilaksanakan dengan dua altematif cara, yaitu bersamaan dengan sesi pelajaran di sekolah yang merupakan bagian dari pelajaran Bimbingan dan Konseling (BK) ataupun terpisah menjadi program tersendiri di sekolah. Paket program ini dapat dijalankan oleh psikolog sekolah atau guru Bimbingan dan Konseling di sekolah yang bersangkutan.Modul ini khusus ditujukan untuk semua siswa kelas 4 dan 5, terlepas mereka yang menjadi korban maupun pelaku bullying. Secara khusus dipilih kelas 4 dan 5 didasarkan juga pada karakteristik siswa kelas 4 dan 5 yang sudah mencapai perkembangan dalam kemampuan membaca dan menulis.Pelaksanaan program ini tidak lebih dari 1 bulan yang terdiri dari 11 sesi pertemuan dengan tiap sesi-nya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang disediakan oleh pihak sekolah dan kesepakatan antara guru. Namun, akan lebih baik jika paket program ini dapat dilaksanakan setiap dua kali dalam sepekan, untuk dapat mempertahankan alur program agar berjalan dengan efektif. Dengan menggunakan berbagai metode, antara lain: tugas individu, diskusi kelompok, diskusi terbuka, ceramah, bermain peran, permainan dan menonton film. |