:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Pers dan kekuasaan presiden : studi kontruksi pemberitaan surat kabar nasional terhadap pidato kenegaraan Presiden 1994-2000

Nainggolan, Juli Bestian; M. Alwi Dahlan, supervisor (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003)

 Abstrak

Pemetaan hubungan antara pers dan kekuasaan presiden di negeri ini dalam rekaman sejarah selalu menggambarkan pola hubungan yang bersifat vertikal, yaitu dominasi kekuasaan presiden terhadap pers nasional. Dalam kajian mikro, pola hubungan seperti ini tergambarkan secara nyata di dalarn isi pemberitaan pers Indonesia. Pers pada Saat memberitakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan kekuasaan presiden, tidak lebih hanya sebagai institusi yang menyuarakan kepentingan pemerintah kepada khalayak pembacanya. Apa yang menjadi agenda kekuasaan presiden, dengan sendirinya menjadi agenda pemberitaan pers.
Perubahan kekuasaan negara, dari kepemimpinan Presiden Soeharto kepada Presiden BJ Habibie (23 Mei 1998) kemudian kepada Presiden Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999), pada kenyataannya juga berimplikasi pada perubahan pola hubungan antara pers dan kekuasaan presiden. Jika di era kepemimpinan Presiden Soeharto, pers ccnderung berperan sebagai kepanjangan tangan pemerintah, maka di era kepemimpinan Presiden BJ Habibie berubah drastis menjadi institusi yang bebas menyuarakan kepentingannya masing-masing. Kondisi demikian berlanjut di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid.
Dengan menggunakan analisis teks terhadap seluruh pemberitaan pidato kenegaraan presiden antara tahun 1994 hingga tahun 2000 pada surat kabar Kompas. Suara Karya, Media Indonesia, dan Republika, penelitian ini membuktikan terjadinya perubahan pola hubungan antara pers dan kekuasaan presiden.
Di era kepemimpinan Presiden Soeharto, pidato kenegaraan presiden diberitakan oleh keempat surat kabar dengan porsi terbanyak dan menempati posisi halaman yang paling penting pada setiap surat kabar. Dari sisi isi pemberitaan, keempat surat kabar yang diteliti cenderung seragam, memberitakan isi pidato kenegaraan sesuai dengan apa yang diucapkan Presiden Soeharto. Dalam memilih nara sumber yang dimaksudkan untuk menanggapi isi pidato kenegaraan, keempat surat kabar cenderung memilih para tokoh berlatar belakang hubungan politik yang erat dengan Presiden. Strategi pemilihan nara sumber seperti ini dengan sendirinya menghasilkan isi komentar yang cenderung mendukung segenap persoalan yang diucapkan Presiden di dalam pidatonya.
Pola pengemasan isi berita yang seperti itu semakin diperkuat pula oleh pola penyikapan langsung masing-masing surat kabar sebagaimana yang tertuang di dalam isi editorial keempat surat kabar. Di era kepemimpinan Presiden Soeharto, editorial keempat surat kabar cenderung menghindar dari penilaian kristis mereka terhadap kekuasaan Presiden, dan memilih mendukung segenap kebijakan Presiden. Sekalipun beberapa kesempatan untuk mengkritik kebijakan Presiden coba dilakukan oleh beberapa surat kabar, namun isi kritik lebih bersifat penyampaian usulan perbaikan dari kondisi yang dirasakan pers kurang memadai.
Di era kepemimpinan Presiden BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid, pidato kenegaraan berubah menjadi arena penilaian terhadap kinerja yang dicapai oleh Presiden. Di era ini terdapat kebebasan pada masing-masing surat kabar dalam menentukan porsi, penempatan berita, pemilihan nara Sumber, penentuan isi pemberitaan maupun pola-pola penyikapan terhadap kekuasaan presiden. Tidak hanya itu, penampilan presiden di dalam membacakan isi pidato kenegaraan pun menjadi bahan penilaian pers nasional. Masing-masing surat kabar sesuai dengan kepentingannya menunjukkan pola penyikapan terhadap kekuasaan presiden. Oleh karena itu, di era ini terlihat dengan jelas pers yang mendukung kekuasaan Presiden BJ Habibie, pers yang menentang kekuasaannya, ataupun pers yang mendukung kekuasaan Presiden Abdurrahman Wahid dan yang menentang kekuasaannya.
Selain perubahan di dalam isi pemberilaan dan kebijakan editorial, perubahan juga terjadi di dalam proses produksi berita dan mekanisme kontrol pemberitaan. Apabila di era kepemimpinan Presiden Soeharto, faktor eksternal media seperti kekuatan nara sumber dan pemerintah sangat berperan di dalam proses pembentukan berita, maka peran tersebut luruh di era kepemimpinan Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid. Peran tersebut tergantikan oleh makin dominannya faktor internal media, yaitu lapisan struktural menengah ke atas sebagai penentu produksi berita.

 File Digital: 1

Shelf
 T12340-Juli Bestian Nainggolan.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T12340
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : xii, 400 hlm. ; 30 cm. + Lamp.
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T12340 15-20-893053589 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 98371