Pentingnya insolvency test dalam permohonan kepailitan
Imam Ardi Cahyono;
Hikmahanto Juwana, supervisor
(Universitas Indonesia, 2005)
|
Adanya beberapa kasus pernailitan terhadap perusahaan-perusahaan yang sebenamya solvent dan mampu untuk membayar utangnya tanpa perlu untuk dipailitkan merupakan latar belakang dari permasalahan dalam tesis ini yaitu sejauh mana undang-undang kepailitan di Indonesia telah mengadopsi filosofi kepailitan dan asas-asas hukum kepailitan dan apakah diperlukan adanya suatu insolvency Test dalam permohonan kepailitan.Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan itu, penulis melakukan penelitian yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kepustakan dan metode penelitian empiris dan telah didapatkan jawabannya yaitu permohonan pernyataan pailit seharusnya hanya dapat diajukan dalam hal debitor tidak membayar utang-utangnya karena debitor memang dalam keadaan tidak mampu secara keuangan atau insolvent, bukan dalam hal debitor tidak membayar utang-utangnya karena debitor memang tidak mau untuk membayar, dimana persyaratan keadaan insolvent tersebut dapat dibuktikan dengan diiakukannya suatu pengujian melalui financial due diligence lebih tepatnya yaitu adanya insolvency test.Sebagai perbandingan, pengaturan mengenai persyaratan permohonan pailit di Amerika Serikat sebagaimana dalam Title 11 United States Bankcruptcy Code terdapat klausula "Insolvent" yang-diartikan antara lain sebagai keadaan keuangan dari debitor yang lebih besar utangnya dan pada asetnya dan dapat dibuktikan melalui insolvency test. Persyaratan pemyataan pailit dalam Pasal '1 ayat (1) Faillissement Verordening sebenarnya sudah mencantumkan klausula "...Debitor yang tidak mampu membayar utangnya...", akan tetapi perubahan yang dilakukan terhadap Faillissement Verordening menjadi Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 justru menghilangkan klausula "debitor yang tidak mampu membayar" dan diubah dengan "Debitor yang memiliki dua atau lebih kreditor yang telah jatuh waktu..." maka debitor dapat dimohonkan pailit. Seharusnya perubahan terhadap Faillissement Verordening tidak menghilangkan klausula "debitor yang tidak mampu membayar" bahkan sebaiknya menyempurnakannya dengan mengatur mengenai Insolvency Test, sehingga dapat terwujud keseimbangan antara kepentingan dari kreditor dan debitor. Selain itu secara umum undang-undang kepailitan yang berlaku di Indonesia saat ini juga belum mengadopsi filosofi kepailitan dan asas-asas hukum kepailitan. |
Pentingnya insolvensi-T17630.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T17630 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Penerbitan : | Depok: Universitas Indonesia, 2005 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | |
Tipe Konten : | |
Tipe Media : | |
Tipe Carrier : | |
Deskripsi Fisik : | viii, 133 hlm. ; 29 cm. |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T17630 | 15-20-469419266 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 98718 |