Kerangka dunia sosial neoliberal (Mahanani, 2022) membuat kasualisasi kerja terjadi besar-besaran. Hal ini mengakibatkan para pekerja mengalami kerentanan sehari-hari dan sistematis (Izzati, 2013). Pekerja di sektor kreatif merespon kerentanan ini dengan mengorganisasi diri melalui serikat pekerja. Dengan mengambil kasus SINDIKASI (Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi), penelitian ini mengkaji praktik resistensi (Wiksell, 2020) pekerja. Menurut teori Wood (2015), resistensi pekerja salah satunya dilakukan melalui praktik digital. Oleh karena itu, kajian ini dilakukan terhadap strategi advokasi melalui media digital yang SINDIKASI lakukan, khususnya melalui media sosial Instagram @serikatsindikasi. Penelitian ini berargumen bahwa aktivisme digital menciptakan resistensi akan kerentanan korporasi dan fleksibilitas kerja yang dialami pekerja melalui unggahan akun @serikatsindikasi. The framework of neoliberal social world (Mahanani, 2022) makes work casualization happen on a large scale. Hence, workers experience daily and systematic vulnerabilities (Izzati, 2014). Workers in the creative sector responded to this vulnerability by organising themselves through trade unions. Taking the case of SINDIKASI, this study examines the practice of worker resistance (Wiksell, 2020). According to Wood's (2015) theory, one of workers resistance’s form is through digital practice. Therefore, this study was conducted on the advocacy strategy through digital media that SINDIKASI did, especially through Instagram account @serikatsindikasi. This study argues that digital activism creates resistance from corporate vulnerabilities and work flexibility experienced by workers through @serikatsindikasi’s content. |