Mempertahankan Eksistensi: Perkembangan Teater Koma Pada Era Reformasi (1998-2009) = Maintaining Existence: Development of Teater Koma in Reformation Era (1998-2009)
Naila Putri Hanifa;
Didik Pradjoko, supervisor; Abdurakhman, examiner; Linda Sunarti, examiner; Linda Sunarti, examiner
(Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023)
|
Tulisan ini membahas mengenai perkembangan Teater Koma pada masa Reformasi pada tahun 1998 hingga 2009. Teater Koma yang berdiri pada tahun 1977 oleh Nano Riantiarno dan 12 pendiri lainnya. Teater Koma memadukan unsur teater tradisional dan modern. Pada masa Orde Baru, teater Koma mendapatkan banyak pelarangan pentas karena dianggap menganggu stabilitas nasional. Pada masa Reformasi salah satu dampak yang dirasakan adalah kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat ini justru membuat Teater Koma menjadi kurang produktif dan mengalami kemunduran. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana Teater Koma mempertahankan eksistensinya di era Reformasi pada tahun 19998 hingga 2009. Tulisan ini menggunakan metode sejarah dengan empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Berdasarkan telaah yang dilakukan, untuk tetap produktif memproduksi karya-karya baru yang menjadi cermin politik pada masa Reformasi yaitu dalam Trilogi Kisah Republik yang terdiri dari Republik Bagong, Republik Togog, dan Republik Petruk. Teater Koma membuktikan dedikasinya sesuai dengan namanya yaitu, "koma" yang artinya tidak pernah selesai. This article discusses the development of the Koma Theater during the Reformation period from 1998 to 2009. The Koma Theater was founded in 1977 by Nano Riantiarno and 12 other founders. Teater Koma combines traditional and modern theater elements. During the New Order era, the Koma theater received many bans from performing because it was considered to disturb national stability. During the Reformation, one of the impacts felt was freedom of opinion. This freedom of expression actually makes Teater Koma less productive and suffers setbacks. The purpose of this paper is to find out how Teater Koma maintained its existence in the Reformation era from 19998 to 2009. This paper uses historical methods with four stages, namely heuristics, criticism, interpretation and historiography. Based on the research conducted, to remain productive in producing new works that became a political mirror during the Reformation period, namely the Trilogy of Acts of the Republic which consisted of the Republic of Bagong, the Republic of Togog, and the Republic of Petruk. Teater Koma proves its dedication to its name, namely, "koma" which means never ending. |
TA-Naila Putri Hanifa.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | TA-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | 33 pages : illustration |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
TA-pdf | 16-23-51198011 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920517939 |