Penggambaran Homofobia dan Ruang Aman dalam Film Grosse Freiheit (2021) = The Depiction of Homophobia and Safe Space in the Film Grosse Freiheit (2021)
Ayu Amara Pradnyanitha;
Maria Regina Widhiasti, supervisor; Lily Tjahjandari, examiner; Lisda Liyanti, examiner
(Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022)
|
Jerman merupakan negara yang inklusif terhadap kehadiran LGBTQI+ di tengah masyarakat dan bahkan Jerman melegalkan status pernikahan sesama jenis. Namun, tahun 2021 dan 2022 menjadi tahun yang kelam bagi kelompok LGBTQI+ karena maraknya kasus-kasus kekerasan akibat homofobia di Jerman. Secara historis, hal ini berkaitan dengan masa lalu Jerman pada era Nazi yang membenci kaum minoritas seperti homoseksual dan Yahudi. Sehingga, pengisahan ini ditampilkan dalam banyak film, salah satunya adalah film drama berjudul GroÃe Freiheit (2021). Untuk meneliti persoalan mengenai homofobia dan ruang aman oleh komunitas LGBTQI+ sebagai upaya mengekspresikan diri mereka pada era pasca Perang Dunia II, penulis meneliti dengan metode analisis tekstual dengan teori semiotika oleh John Fiske, Masculinities (2005) oleh R.W Connel, dan Space, Place, and Violence oleh James Tyner (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa homofobia terjadi di dalam penjara sebagai bentuk konstelasi hukum yang patriarki. Selain itu, ruang aman yang menjadi bagian perjuangan kelompok LGBTQI+ tidak seluruhnya inklusif dan menjamin keajegan identitas homoseksual. Germany is a country that is inclusive of LGBTQI+ community and even has legalized same-sex marriage. However, 2021 and 2022 was dark years for LGBTQI+ community due to the rise of homophobic violence cases in Germany. Historically, this is related to Germany's past during the Nazi era, which hated minorities such as homosexuals and Jews. Thus, this storytelling is featured in many films, one of which is the drama film GroÃe Freiheit (2021). To examine the issue of homophobia and safe space as an effort for LGBTQI+ community to express themselves in the post-World War II era, the author examines the textual analysis method with semiotic theory by John Fiske, Masculinities (2005) by R.W Connel, and Space, Place, and Violence by James Tyner (2012). The results show that homophobia occurs in prison as a form of patriarchal legal constellation. In addition, safe spaces that are part of the struggle of LGBTQI+ groups are not entirely inclusive and guarantee the constancy of homosexual identity. |
TA-Ayu Amara Pradnyanitha.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | TA-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | 28 pages : illustration + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
TA-pdf | 16-23-47619907 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920518765 |