Kekhususan Pemerintahan Aceh dalam Pembentukan Kelembagaan untuk Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh = Exclusivity of the Aceh Government in Institutional Establishment for the Settlement of Serious Human Rights Violations through the Aceh Truth and Reconciliation Commission
Adelwin Airel Anwar;
Wiwiek Awiati, supervisor; Harsanto Nursadi, examiner; Bono Budi Priambodo, examiner; Hari Prasetiyo, examiner; Savitri Nur Setyorini, examiner
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023)
|
Aceh yang merupakan daerah khusus dan istimewa di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan daerah yang memiliki banyak kewenangan yang unik dan tidak dimiliki daerah lainnya. Salah satu yang melatarbelakangi kekhususan dan keistimewaan ini adalah konflik Aceh yang pernah terjadi atas ketidakpuasan Pemerintah Pusat memperlakukan Aceh. Konflik tersebut menyisakan banyak dampak yang masif khususnya kepada korban dan keluarga korban sehingga diduga terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Pada akhirnya, Aceh diberi kewenangan khusus melalui UndangUndang No. 13 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh sebagai lembaga independen di daerah demi mengungkapkan kebenaran dan menciptakan rekonsiliasi di Aceh. Namun, pembentukan lembaga tersebut menuai kontroversi di awal pembentukannya karena masih belum terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional karena Undang-Undang pembentukannya diputus tidak mengikat hukum secara keseluruhan oleh Mahkamah Konstitusi. Padahal, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Komisi Kebenaran Rekonsiliasi Nasional dan berpedoman pada Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Dengan metode yuridis-normatif yang disusun secara deskriptif-analitis, penelitian ini menemukan bahwa melalui internalisasi nilai-nilai hak asasi manusia di pemerintahan Aceh menyebabkan penanganan pelanggaran hak asasi manusia berat di Aceh juga menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh salah satunya melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh yang tetap dapat berdiri dengan dibentuk melalui Qanun Aceh karena pada dasarnya, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh merupakan lembaga non-struktral dan independen di daerah yang telah diatribusikan pembentukannya oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang mengatur secara khusus kelembagaan yang berdiri di Aceh sehingga tidak tergantung dengan dinamika politik hukum pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh juga berdiri atas dasar perlunya penanganan korban secara cepat dan menyeluruh. Sayangnya, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh harus menghadapi banyak tantangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi pertama di Indonesia tetapi bekerja dalam lingkup daerah. Aceh, which is an exclusive and special region under the Unitary State of the Republic of Indonesia, is a region that has many unique authorities that other regions do not have. One of the reasons behind this exclusivity and specialty is the Aceh conflict that once occurred over dissatisfaction with the treatment of the Central Government towards Aceh. This conflict left a lot of massive impacts, especially on the victims and their families so that serious human rights violations are suspected. In the end, Aceh has exclusive authority through Law no. 13 of 2006 on the Government of Aceh to establish the Aceh Truth and Reconciliation Commission as an independent regional institution to reveal the truth and create reconciliation in Aceh. However, the formation of this institution sparked controversy at the beginning of its formation because the National Truth and Reconciliation Commission has not yet been formed because the Constitutional Court ruled that the Law on Truth and Reconciliation Commission was not legally binding as a whole. Yet, the Aceh Truth and Reconciliation Commission is an integral part of the National Truth and Reconciliation Commission and is guided by the Law on Truth and Reconciliation Commission. Using a juridical-normative method compiled in a descriptive-analytical manner, This study found that through the internalization of human rights values in the Aceh government, the handling of serious human rights violations in Aceh also became the authority of the Aceh government, one of which was through the Aceh Truth and Reconciliation Commission that can still exist by being formed through the Aceh Qanun because The Aceh Truth and Reconciliation Commission is a nonstructural and independent institution in the region whose establishment has been attributed to the Aceh Government Law which specifically regulates institutions that exist in Aceh so that it is not dependent on the dynamics of legal politics for the formation of the National Truth and Reconciliation Commission. The Aceh Truth and Reconciliation Commission was also established on the basis of the need for quick and thorough handling of victims. Unfortunately, the Aceh Truth and Reconciliation Commission had to face many challenges in carrying out its duties and functions as the first Truth and Reconciliation Commission in Indonesia but working in a regional scope. |
S-Adelwin Airel Anwar.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | xiv, 138 pages : illustration + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S-pdf | 14-23-23400966 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920519082 |