Individualisasi Nama Gerakan Sosial sebagai Merek Pribadi = Individualization of Social Movement as Personal Brands
Saras Shintya Putri;
Agus Sardjono, supervisor; Brian Amy Prastyo, examiner; Henny Marlyna, examiner; Ranggalawe Suryasaladin, examiner
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023)
|
Informasi yang dapat dengan mudah disebarluaskan memberikan kemudahan kepada masyarakat yang melihat bahwa diperlukan adanya Gerakan Sosial untuk membuat suatu perubahan. Pada era saat ini, Gerakan Sosial dapat terbentuk dengan sangat cepat. Gerakan Sosial yang menarik banyak partisipan dan bertahan dalam jangka waktu yang lama memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelaku ekonomi. Daya tarik yang dimaksud adalah dengan mendaftarkan nama Gerakan sosial sebagai merek yang dapat dikomersialisasikan. Namun, Gerakan sosial sebagai gerakan akar rumput yang memiliki banyak partisipan, terjadi dengan cepat, dan tidak memiliki rantai komando yang pasti memiliki permasalahan tersendiri. Di Indonesia, Gerakan Sosial Aksi 212 telah mendaftarkan merek 212 dengan pemilik secara pribadi. Permasalahannya adalah bolehkah nama suatu gerakan sosial yang merupakan gerakan bersama didaftarkan sebagai merek secara pribadi dan bagaimana cara mengkomersialisasikannya. Oleh karena itu, Penulis akan menganalisis pendaftaran merek 212 yang lahir dari Aksi 212 dapat didaftarkan secara pribadi di Indonesia dengan melakukan perbandingan kasus yang terjadi di Amerika Serikat dan Perancis. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya secara prinsip Indonesia tidak menerima pendaftaran merek nama gerakan sosial. Namun terdapat pengecualian bagi Gerakan Sosial Aksi 212 yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Information that can be easily disseminated makes it easy for people to see that a social movement is needed to make a change. In the current era, Social Movements can form very quickly. Social movements that attract many participants and last for a long time have a special attraction for economic actors. The attraction in question is to register the name of the Social Movement as a brand that can be commercialized. However, a social movement as a grassroots movement that has many participants, occurs quickly, and does not have a chain of command, definitely has its own problems. In Indonesia, the 212 Social Action Movement has registered the 212 brand with private owners. The problem is whether the name of a social movement which is a joint movement can be registered as a private brand and how to commercialize it. Therefore, the author will analyze the registration of mark 212 which was born from Action 212 which can be registered privately in Indonesia by comparing cases that occurred in the United States and France. This research was conducted using the juridical-normative method with data obtained from literature studies and interviews. The results of the study show that in principle Indonesia does not accept registration of social movement brand names. However, there is an exception for the 212 Action Social Movement which has been registered with the Directorate General of Intellectual Property. |
S-Saras Shintya Putri.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | xiii, 91 pages : illustration + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S-pdf | 14-23-35545375 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920519247 |