Perkembangan serta perubahan teknologi informasi saat ini mempengaruhi hampir seluruh sendi dan budaya kehidupan manusia. Hal tersebut menandakan adanya transisi budaya dari awalnya transaksi dilakukan secara luring berkembang menjadi daring. Pengaruh Teknologi Informasi ini juga mempengaruhi prosedur notaris dalam membuat akta autentik. Bahwa perkembangan hukum di dunia mengenal apa yang disebut dengan akta autentik elektronik, tanda tangan elektronik, bahkan cyber notary. Namun terkait dengan penjelasan Pasal 15 Ayat (3) UUJN mengenai cyber notary tidak ada penjelasan atau perintah yang lebih jelas sehingga menjadi perdebatan maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan perbandingan politik hukum yang dilakukan pemerintah Negara Jepang dan Indonesia dalam mendukung penerapan penyelenggaraan sistem notaris elektronik, pembuatan akta autentik elektronik di Negara Jepang agar memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti yang sempurna, dan pengaturan yang seharusnya terkait dengan akta autentik elektronik di Indonesia ke depannya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis mengenai cyber notary dalam bidang kenotariatan. Mengingat kemajuan teknologi sudah sangat pesat sehingga tidak dapat lagi dihindari, dan penggunaan teknologi menjadi lebih efektif, efisien dan biaya yang murah bagi manusia dalam melakukan pekerjaannya. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach) antara hukum dua negara yaitu Undang-Undang Notaris Jepang No. 53 Tahun 1908 jo. Undang-Undang Notaris Jepang No. 74 Tahun 2011 dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris melalui teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan pengumpulan datanya menggunakan data sekunder sebagai data utama yakni studi dokumen yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sedangkan data primer sebagai data pendukung yakni wawancara dengan beberapa orang notaris sebagai narasumber. Jepang telah mereformasi Undang-Undang Notarisnya sehingga sistem cyber notary telah terlaksana sejak tahun 2000 dan notaris elektronik harus terdaftar dalam list yang dikoordinir oleh Kementerian Kehakiman sehingga terdapat pelatihan atau kualifikasi khusus. Jepang juga telah mempunyai Undang-Undang Tanda Tangan Elektronik dan Bisnis Sertifikasi sejak tahun 2000, yang mana undang-undang tersebut saling berhubungan dengan Undang-Undang Notarisnya. Selain itu dalam pelaksanaan notaris elektronik dan tanda tangan elektronik terdapat Penyelenggara Usaha Sertifikasi Jepang yang telah mendapatkan akreditasi dari Menteri yang berwenang sehingga kekuatan pembuktian akta autentik elektronik tersebut menjadi kekuatan pembuktian yang sempurna. Pengaturan akta autentik elektronik yang seharusnya di Indonesia yaitu menambahkan pengertian akta elektronik sebagai akta autentik dalam Pasal 1 UUJN, menambahkan dan memperjelas secara detail kewenangan notaris terkait cyber notary dalam Pasal 15 Ayat (3) UUJN, merevisi dan memperluas kata menghadap dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf M, dan mengamandemen Pasal 5 Ayat (4) UU ITE. Developments and changes in information technology currently affect almost all joints and culture of human life. This indicates a cultural transition from initially transactions carried out offline to developing online. The influence of Information Technology also influences notary procedures in making authentic deeds. That the development of law in the world recognizes what is called an authentic electronic deed, electronic signature, and even a cyber notary. However, in relation to the elucidation of Article 15 Paragraph (3) UUJN regarding cyber notary, there is no clearer explanation or order, so it becomes a debate, further research is needed on this matter. The issues raised in this study relate to the comparison of legal politics carried out by the governments of Japan and Indonesia in supporting the implementation of the implementation of an electronic notary system, making authentic electronic deeds in Japan so that they have the force of law as perfect evidence, and the arrangements that should be related to deed electronic authentic in Indonesia in the future. This research generally aims to examine and analyze cyber notaries in the notary field. Considering that technological progress has been so rapid that it can no longer be avoided, and the use of technology has become more effective, efficient and inexpensive for humans in carrying out their work. The research method used in this writing is normative juridical with a comparative approach and a statute approach between the laws of the two countries, namely Japanese Notary Law No. 53 of 1908 jo. Japanese Notary Law No. 74 of 2011 with Law no. 2 of 2014 jo. Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary through data analysis techniques carried out qualitatively and data collection using secondary data as the main data, namely document studies consisting of primary legal materials and secondary legal materials while primary data as supporting data, namely interviews with several notaries as resource persons. Japan has reformed its Notary Law so that the cyber notary system has been implemented since 2000 and electronic notaries must be registered on a list coordinated by the Ministry of Justice so that there is special training or qualifications. Japan has also had Electronic Signature and Certification Business Laws since 2000, which are interrelated with its Notary Laws. In addition, in the implementation of electronic notaries and electronic signatures, there are Japanese Certification Business Operators who have received accreditation from the competent Minister so that the strength of proof of the authentic electronic deed becomes a perfect evidentiary force. The regulation of authentic electronic deed that should be in Indonesia is adding the definition of an electronic deed as an authentic deed in Article 1 UUJN, adding and clarifying in detail the authority of a notary related to cyber notary in Article 15 Paragraph (3) UUJN, revising and expanding the word facing in Article 16 Paragraph (1) letter M, and amending Article 5 Paragraph (4) of the ITE Law. |