Terdapat hal baru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yaitu Pasal 10 yang melarang pengelola tempat perdagangan membiarkan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta. Meskipun telah terdapat aturan baru ini, pembajakan masih akan marak terjadi apabila definisi tempat perdagangan dalam Pasal 10 diartikan secara sempit yaitu tempat berdagang secara secara fisik (brick and mortar). Pada kenyataannya di Indonesia saat ini sudah banyak sekali tempat perdagangan yang sifatnya online. Tempat perdagangan online tersebut menjadi lahan subur bagi jual beli barang hasil pelanggaran hak cipta seperti pembajakan karya sinematografi dalam bentuk DVD, VCD bajakan dan lain-lain. Berangkat dari permasalahan tersebut, tesis ini membahas mengenai pengaturan tanggungjawab pengelola tempat perdagangan online di negara lain serta interpretasi terhadap Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Penelitian ini adalah penelitian normatif. Teknik pengumpulan data adalah dengan studi kepustakaan, wawancara atau interview, serta observasi. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder yang digunakan terdiri dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Information Technology Act 2008 of India, buku-buku hukum, serta berbagai kamus. Kesimpulan tesis ini yaitu terdapat ketentuan Pasal 79 Information Technology Act 2008 India mengatur tentang intermediary yang mencakup tempat perdagangan online (online marketplaces); menurut interpretasi gramatikal, historis, dan teleogis, tempat perdagangan online termasuk dalam definisi tempat perdagangan dalam Pasal 10; dan indikator pengelola tempat perdagangan online yang melakukan pembiaran adalah (1) tidak berusaha mengetahui jenis barang dan status HKI barang yang dijual di tempat perdagangan online yang dikelolanya; atau (2) mengetahui jenis barang dan status HKI barang yang dijual namun tidak berbuat apa-apa. There are new provisions on The Law of Republic Indonesia Number 28 of 2014 on Copyright such as article 10 that forbids marketplace manager from letting the sales of copyright infringing goods. And yet piracy will be still rampant if article 10 is interpreted narrowly, which only consists of brick and mortar marketplaces. In fact, online marketplaces flourish in Indonesia alongside with brick and mortar marketplaces. There are instances where pirate uses online marketplace to market infringing goods such as bootleg DVDs and VCDs. Starting from this problem, this thesis discusses about the liability of online marketplace manager in other country and legal interpretation of Article 10. This research is qualifies as normative research. Data collection technique used is literature study, interview, and participatory observation. Data are collected in the form of secondary data. Secondary data used consist of The Law of Republic Indonesia Number 28 of 2014 on Copyright, Information Technology Act 2008 of India, law textbooks, journals, and various dictionaries. The conclusion of this thesis is that Article 79 of Information Technology Act 2008 of India regulates about intermediary that consists of online marketplaces; according to gramatical, historical, and teleogical interpretation, the definition of marketplace should encompass online marketplaces; and indicators of online marketplace's manager who let/tolerate the sale of infringing goods are (1) doesn't attempt to find out about the goods and their IP status, or (2) aware of the nature of the infringing goods but doesn't attempt to prevent or control it. |