Pendidikan modern di Banyuwangi yang didirikan pemerintah pertama kali hadir pada 1819 dalam bentuk Europeesche Lagere School (ELS), kurang lebih dua tahun sejak sekolah pertama didirikan di Hindia-Belanda. Keberadaan sekolah ini tidak terlepas dari kepentingan dan kebutuhan pemerintah untuk mempersiapkan pegawaipegawai pemerintah yang terampil. Meskipun kebutuhan akan sekolah modern semakin meningkat, sekolah-sekolah yang ada tidak berkembang dengan baik. Pemberlakuan kebijakan Politik Etis membuka kesempatan bagi pihak nonpemerintah. Maka berdirilah sekolah-sekolah oleh pengusaha Indo-Eropa, Arab, Tionghoa, serta organisasi pergerakan nasional. Tulisan ini melihat dinamika peran kelompok-kelompok dalam menjawab kebutuhan akan sekolah modern di Banyuwangi masa Kebijakan Politik Etis. Penelitian ini menggunakan metode sejarah untuk menjelaskan keadaan dan kebijakan pendidikan saat itu yang mendorong upaya dari sektor non pemerintah untuk secara aktif mendirikan sekolah untuk kebutuhan kelompoknya masing-masing. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan Politik Etis membuka kesempatan dan menguatkan keberadaan pihak-pihak di luar pemerintah untuk mendirikan sekolah di Banyuwangi dan mengembangkan pendidikan modern. Perubahan yang terjadi seperti menguatnya perusahaan perkebunan sehingga mendorong pembukaan wilayah baru, krisis ekonomi, dan politik segregasi menuntut adanya sekolah untuk semua kelompok. |