Pengalihan piutang atas nama (cessie) yang dibuat berdasarkan suatu piutang yang masih diperselisihkan keberadaannya akan memicu terjadinya suatu sengketa. Tidak adanya peraturan yang mengharuskan keterlibatan Debitor dalam pelaksanaan cessie, menimbulkan adanya kemungkinan penyalahgunaan fungsi cessie. Cessie dapat digunakan sebagai upaya untuk pemenuhan syarat minimal 2 (dua) Kreditor dalam mengajukan permohonan PKPU ataupun kepailitan terhadap Debitor. Menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai keabsahan cessie yang dibuat dari piutang yang diperselisihkan, serta peranan Notaris dalam memastikan eksistensi piutang, hingga bagaimana sudut pandang hakim dalam melihat kedudukan cessie. Penelitian doktrinal ini, menggunakan data sekunder yang berasal dari Undang-Undang Jabatan Notaris, Undang-Undang Kepailitan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta peraturan-peraturan yang berkaitan dengan cessie dan perjanjian. Berdasarkan hasil analisis data secara kualitatif dari data sekunder tersebut, terdapat beberapa temuan, salah satunya adalah masih terdapat perbedaan pendapat dalam lingkungan yudikatif terkait penggunaan cessie dalam suatu permohonan PKPU. Perbedaan ini dapat membuat kepailitan dan permohonan PKPU menjadi alat untuk penagihan utang meskipun utang piutang tersebut masih diperselisihkan eksistensinya. Sehingga seharusnya diperlukan pembuktian lebih lanjut terhadap piutang tersebut. Pembuktian disini berkaitan dengan pemenuhan prestasi dari pihak yang mempunyai kewajiban untuk memenuhinya. Karena pemenuhan prestasi ini akan menentukan ada atau tidaknya kewajiban untuk melakukan pembayaran. Dalam penelitian ini penulis ingin memberikan gambaran terhadap suatu kemungkinan terjadinya pembuatan akta cessie dengan itikad tidak baik oleh Kreditor. Dengan memperhatikan perihal tersebut, dalam membuat akta cessie yang piutangnya berasal dari perikatan bersyarat, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dari seorang Notaris agar akta yang dibuat tidak bermasalah. Cession of a receivable the amount of which is in dispute will trigger the occurrence of a conflict. The absence of regulations requiring the Debtor's involvement in the implementation of a cessie raises the possibility of misuse of the cessie function. Cessie is commonly used as a method to fulfill the requirements to have, at least 2 (two) Creditors in submitting a PKPU or bankruptcy application against the Debtor. It would be interesting to further investigate how the legitimacy of the cessie is established from contested receivables, what function the Notary plays in confirming the existence of the receivables, and how the judge views the position of the cessie. In this doctrinal research, secondary data was used are Notary Law, the Bankruptcy Law, the Civil Code, and regulations relating to cessie and agreements. Based on qualitative analysis results on such secondary data, there are several findings, one of which is that there are still differences of opinion in the judiciary level regarding the use of cessie in a PKPU application. This difference can make a bankruptcy and PKPU application as a mechanism to collect a debt notwithstanding that these debts are still in dispute. Given that, it is necessary to have a further examination on a receivable which come from a success fee of an agreement. Examination herein relates to the fulfillment of obligations of a party who has an obligation to fulfill the same. Because the fulfillment of an obligation shall determine a party to make a payment or not as a success fee. The legal consequences in applying for postponement of debt payment obligations will have legal consequences not only for the Debtor but also for the Creditor. In this study, the author wants to provide an overview of the possibility of making a cessie deed in bad faith by creditors. By considering the above, in drafting a cessie deed whose receivables are come from a success fee of an agreement, a notary must be diligence and carefully. |