Penelitian ini menganalisis kerja sama multipihak yang terjadi dalam penyelenggaraan wisata acara olahraga Asian Games 2018 di Indonesia sebagai bagian implementasi pariwisata berkelanjutan, dengan menggunakan kerangka kerja sama transaksional yang dikembangkan oleh Visseren-Hamakers et. al. (2007). Kerangka teori menekankan pentingnya kajian atas dinamika interaksi antara aktor pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mencapai tujuan, khususnya agenda permbangunan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan data hasil wawancara dengan para pemangku kepentingan terkait dan analisis studi dokumen yang relevan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa permasalahan signifikan yang muncul dalam kerja sama multipihak dalam kasus ini terletak pada interaksi antara kelompok aktor internasional dan nasional yang bersifat tidak setara dan vertikal. Hal ini terkait perbedaaan tujuan dari setiap aktor dalam mengimplementasikan pariwisata sebagai salah satu sektor penting dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks ini, peran dan kekuasaan terpusat pada Olympic Council of Asia (OCA) yang memiliki sumber daya dan kekuatan yang lebih dominan, dimana OCA tidak menempatkan olahraga dan pariwisata berkelanjutan sebagai prioritas dalam pelaksanaan Asian Games 2018. Sementara itu kelompok bisnis, masih melihat konteks olahraga dan pariwisata sebagai ajang promosi untuk pencapaian profit, alih-alih menekankan aspek pembangunan (pariwisata) keberlanjutan. Penelitian ini juga menemukan bahwa walaupun LSM terlibat namun peran mereka tetap terbatas dan tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam pengambilan keputusan terkait penyelenggaraan Asian Games 2018, termasuk dalam mempengaruhi kebijakan ataupun melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lainnya untuk mengupayakan implementasi wisata berkelanjutan dalam Asian Games. Hasil penelitian ini memiliki implikasi penting, terkait perlunya mendorong keterlibatan yang lebih setara antara aktor internasional dan nasional dalam kerja sama multipihak serta memperkuat peran LSM dalam proses pengambilan keputusan, maupun koordinasi untuk mengimplemntasikan norma pembanguan berkelanjutan dalam wisata olahraga. This study analyzes the multi-stakeholder cooperation that occurred in organizing the 2018 Asian Games sporting event tourism in Indonesia as part of the implementation of sustainable tourism, by adopting a transactional cooperation framework developed by Visseren-Hamakers et. al. (2007). The theoretical framework emphasizes the importance of studying the dynamics of interaction between government, private and community actors in achieving goals, especially the Sustainable development agenda. This study uses data from interviews with relevant stakeholders and analysis of relevant document studies. The results of this study found that the significant problems that arise in multi-stakeholder cooperation in this case lie in the unequal and vertical interactions between groups of international and national actors. This is related to the different orientations/goals of each actor in implementing/putting tourism as one of the important sectors in achieving sustainable development. In this context, the role and power are centered on the Olympic Council of Asia (OCA) which has more dominant resources and strengths, where the OCA does not place sports and sustainable tourism as a priority in implementing the 2018 Asian Games. Meanwhile, business groups are still looking at the context sports and tourism as a promotional event to achieve profit, instead of emphasizing aspects of sustainable development (tourism). This research also found that although NGOs were involved, their role was still limited and did not provide significant influence in decision-making related to the holding of the 2018 Asian Games, including in influencing policies or coordinating with other parties to seek the implementation of sustainable tourism in the Asian Games. The results of this study have important implications, related to the need to encourage more equal involvement between international and national actors in multi-stakeholder cooperation and strengthen the role of NGOs in decision-making processes, as well as coordination to implement sustainable development norms in sports tourism. |