Penelitian ini membahas gerakan politik yang diprakasai oleh masyarakat sipil dalam menentang pasangan calon tunggal yang memiliki afiliasi politik kepada keluarga politik lokal pada Pilkada 2018 di Kabupaten Lebak. Penelitian ini membahas kemunculan dari gerakan politik Kotak Kosong dan mekanisme yang dilakukan oleh oposisi yang tergabung ke Kotak Kosong dalam melawan hegemoni keluarga politik. Penelitian ini juga membahas cara petahana dalam membendung arus oposisi, agar secara skala dan teritorial politik kelompok oposisi tidak memperoleh kemenangan. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penulis menggunakan literatur Boundary Control (Gibson, 2012) dan demokratisasi subnasional dan gerakan sosial (Trix Van Mierlo, 2021). Hasil penelitian menunujukkan bahwa di satu sisi, petahana melakukan boundary closing untuk mempertahankan kekuasaannya dengan mekanisme parokialisasi kekuasaan, pemborongan partai politik, dan patronase. Sedangkan, di sisi yang lain, kelompok oposisi melakukan boundary opening untuk menarik atensi elite nasional dalam Pilkada 2018. Kemunculan gerakan politik ini menjadi sesuatu yang baru di tengah hegemoni keluarga politik. Hasilnya, kemunculan gerakan politik ini karena struktur peluang politik yang tertutup dan oposisi mengalami kegagalan. Sebab, strategi yang digunakan tidak dilakukan secara komprehensif, melainkan hanya ada di wilayah tertentu, tidak adanya kandidat demokratis yang didukung, hanya mendukung Kotak Kosong sebagat alat politik, dan gerakan Barisan Juang Kotak Kosong yang tidak bisa membawa kepentingan elite nasional ke daerah. This research discusses the political movement initiated by civil society in opposing a single candidate pairs who have political affiliations to local political families in the 2018 regional head election in Lebak Regency. This study discusses the emergence of the empty box political movement and the mechanisms carried out by the opposition who are members of the empty box in fighting the hegemony of the political family. This research also discusses the incumbent’s ways of stemming the flow of opposition, so that on a political scale and territory the opposition group does not win. The research method used is a qualitative method with a case study approach. The author draws on the literature on Boundary Control (Gibson, 2012) and subnational democratization and social movements (Trix Van Mierlo, 2021). The results of the study show that on the one hand, incumbents do boundary closing to maintain their power with mechanisms of power parochialization, political party financing, and patronage. Meanwhile, on the other hand, opposition groups carried out boundary opening to attract the attention of national elites in the 2018 regional head elections. The emergence of this political movement is something new in the midst of superior political family hegemony. As a result, the emergence of this political movement was due to closed political opportunity structures and the opposition failed. This is because the strategy used was not carried out in a comprehensive manner, but only existed in certain areas, the absence of democratic candidates being supported, only supporting empty boxes as a political tool, and the empty box fighter group movement that cannot bring the interests of the national elite to the regions. |