Salah satu fokus utama Studi Hubungan Internasional adalah perang dan damai yang cenderung ditempatkan secara dikotomis. Namun, pada era pasca-Perang Dingin, terdapat tindakan-tindakan agresi yang umum disebut grey zone karena tidak menunjukkan karakteristik damai, tetapi tidak terkualifikasi sebagai perang sehingga meningkatkan urgensi negara-negara di dunia untuk meresponsnya. Penelitian ini menemukan empat tema inti yang mewarnai perkembangan grey zone di dalam studi Hubungan Internasional, yakni konseptualisasi grey zone, taktik yang ada di dalamnya, aktor yang terlibat di dalam grey zone beserta perilakunya, dan kritik terhadap grey zone itu sendiri. Kajian terhadap 45 literatur dengan metode taksonomi menemukan bahwa grey zone merupakan ruang kompetisi negara di antara perang dan damai dan di bawah ambang batas kekerasan bersenjata langsung; memiliki taktik yang belum mampu meredam eskalasi konflik, tetapi menegaskan karakternya; melihat aktor dan perilakunya sebagai salah satu faktor terpenting dari perkembangan topik grey zone; serta memiliki kritik yang makin relevan jika melihat inkonsistensi, unsur politik, dan bias yang menyelimutinya. Konsep grey zone ini, sayangnya, masih memiliki kekurangan dalam kajian dari sudut pandang revisionis sehingga kajian ini perlu dikembangkan lebih objektif dan efektif ke depannya. One of the main focuses of the study of International Relations is war and peace, which tend to be placed in a dichotomous manner. However, in the post-Cold War era, there were acts of aggression which were commonly called the grey zone because they neither show peaceful characteristics, nor qualify as war. This research finds four core themes that characterize the development of the grey zone in the study of International Relations, namely the conceptualization, the tactics within it, the actors involved and their behavior, and criticism of the grey zone itself. A review of 45 literatures using taxonomic methods found that the grey zone represents the space of state competition between war and peace and below the threshold of direct armed violence; has tactics that still not able to de-escalate the conflict, but affirms its character; see actors and their behavior as one of the most important factors in the development of grey zoneĀ topics; and has criticism that is increasingly relevant due to its inconsistencies, political elements, and biases that surround it. This gray zone concept still has shortcomings so that this study needs to be developed more objectively and effectively in the future. |