Penyalahgunaan narkotika berkembang menjadi masalah hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia (UNODC, 2021, 2022a). Dalam skala yang lebih luas penyalahgunaan narkotika merupakan ancaman keamanan negara karena merupakan ancaman eksistensial bagi keamanan baik kemanan manusia, nasional bahkan internasional (Biswas, 2021; Crick, 2012). Menanggulangi potensi ancaman tersebut, pemerintah menyusun kebijakan penanggulangan penyalah guna narkotika dalam UU 35/2009 tentang Narkotika. Kebijakan tersebut mengutamakan pendekatan kesehatan dalam menanggulangi masalah penyalah guna narkotika. Penyalahgunaam dan kecanduan narkotika merupakan penyakit otak yang memerlukan perawatan sehingga undang-undang mewajibkan penyalah guna dan pecandu untuk mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial. Akan tetapi dalam implementasinya, penyalah guna dibayangi ancaman hukuman pidana penjara. Jumlah penyalah guna narkotika yang dipenjara naik 2 kali lipat dari tahun 2015-2021 (Dirjenpas, 2022). Berbagai kajian menyebutkan bahwa implementasi kebijakan penyalah guna narkotika merupakan penyumbang overcrowding Lapas. Padahal menempatkan penyalah guna dalam Lapas tidak menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkotikanya. Melihat masalah tersebut maka peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis implementasi kebijakan dengan merujuk pada Model Mazmanian dan Sabatier, menganalisis faktor penegakan hukum dan menganalisis dampak pemenjaraan pada penyalah guna narkotika. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penanggulangan penyalah guna narkotika dihambat oleh tujuan yang tidak dirumuskan dengan baik dan konsisten, teori kausal kecanduan narkotika sebagai model penyakit yang tidak tertera dalam kebijakan, hambatan integrasi hierarkis, aturan lembaga pelaksana yang parsial dan terkadang berbenturan, hambatan perekrutan pelaksana, alokasi anggaran, dan kecenderungan kelompok sosial ekonomi rendah yang cenderung menderita dan kepemimpinan. Faktor penegakan hukum seperti undang-undang, aparat penegak hukum dan fasilitas rehabilitasi juga menjadi penghambat. Pemenjaraan tidak menimbulkan efek jera, penyalah guna tetap dapat mengakses narkotika dalam Lapas bahkan mereka dapat meningkat menjadi bagian jaringan peredaran gelap narkotika. Drug abuse is a growing problem almost all over the world, including Indonesia (UNODC, 2021, 2022a). On a broader scale, drug abuse is a threat to state security because it is an existential threat to human, national and even international security (Biswas, 2021; Crick, 2012). In response to this potential threat, the government has developed a policy to tackle drug abuse in Law 35/2009 on Narcotics. The policy prioritizes the health approach in tackling the problem of drug abuse. Drug abuse and addiction are brain diseases that require treatment, so the law requires drug abusers and addicts to receive medical and social rehabilitation. However, in its implementation, drug abusers face the threat of imprisonment. The number of people who use drugs in prison doubled from 2015-2021 (Directorate General of Corrections, 2022). Various studies mention that the implementation of policies on drug abuse is a contributor to prison overcrowding. Even though placing drug abusers in prisons does not solve the problem of drug abuse. Seeing this problem, the researchers conducted qualitative research with a policy implementation analysis approach by referring to the Mazmanian and Sabatier Model, analyzing law enforcement factors and analyzing the impact of imprisonment on drug abusers. This research shows that the implementation of policies to overcome drug abuse is hampered by objectives that are not well formulated and consistent, the causal theory of drug addiction as a disease model that is not stated in the policy, hierarchical integration barriers, partial and sometimes conflicting rules of implementing agencies, barriers to recruitment of implementers, budget allocations, and the tendency of low socio-economic groups who tend to suffer and leadership. Law enforcement factors such as laws, law enforcement officers and rehabilitation facilities are also barriers. Imprisonment does not have a deterrent effect, drug abusers can still access drugs in prison and they can even become part of drug trafficking networks. |