:: UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Eksekusi Objek Jaminan Fidusia sebagai Suatu Perbuatan Melawan Hukum: Tinjauan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 167/Pdt.G/2021/PN Mdn dan Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 93/PDT/2022/PT TJK = Execution of Fiduciary Security Objects as an Unlawful Acts: A Review of Medan District Court Decision Number 167/Pdt.G/2021/PN Mdn and Tanjung Karang High Court Decision Number 93/PDT/2022/PT TJK

Rahmandika; Lauditta Humaira, supervisor; Endah Hartati, examiner; Farida Prihatini, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023)

 Abstrak

Pada dasarnya peraturan eksekusi objek jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang memungkinkan penerima fidusia secara sepihak untuk mengeksekusi objek jaminan fidusia karena melekat kekuatan eksekutorial yang bermakna eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak. Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 mengubah makna kekuatan eksekutorial tersebut sehingga eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali terdapat kerelaan debitur untuk menyerahkan objek jaminan fidusia dan terdapat kesepakatan tentang cedera janji. Selanjutnya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 menegaskan bahwa eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan bersifat alternatif apabila tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur. Kemudian, frasa “pihak yang berwenang” dalam Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diubah oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIX/2021 sehingga bermakna “pengadilan negeri.” Penelitian ini bermaksud meninjau peraturan eksekusi objek jaminan fidusia sebelum dan setelah keberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, Putusan Nomor 2/PUU-XIX/2021, dan Putusan Nomor 71/PUU-XIX/2021, serta meninjau eksekusi objek jaminan fidusia sebagai suatu perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 167/Pdt.G/2021/PN Mdn dan Putusan Nomor 93/PDT/2022/PT TJK. Bentuk penelitian ini adalah yuridis-normatif yang bersifat deskriptif-analitis dan menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian. Hasil penelitian ini adalah bahwa eksekusi objek jaminan fidusia yang terdapat keberatan dari debitur untuk menyerahkan objek jaminan fidusia merupakan perbuatan melawan hukum. Andaipun terdapat cedera janji pada pihak pemberi fidusia, maka penerima fidusia tidak dibenarkan untuk mengeksekusi objek jaminan fidusia dalam hal pemberi fidusia keberatan dalam menyerahkan objek jaminan fidusia.

Basically the provisions for the execution of fiduciary security objects are regulated in Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Security which allows fiduciary obligee to unilaterally execute fiduciary security objects based on the inherent executorial title which means execution can be directly exercised without going through a court and is final and binding on the parties. In its development, the Constitutional Court through Decision Number 18/PUU-XVII/2019 changed the meaning of the executorial title so that the execution of the fiduciary security certificate must be exercised and apply the same as the execution of a court decision that has permanent legal force, unless there is a willingness of the debtor to handing over the object of fiduciary security and there is an agreement about default. Furthermore, the Constitutional Court Decision Number 2/PUU-XIX/2021 states that the execution of the fiduciary security certificate through the court is an alternative if there is no agreement between the creditor and the debtor both with regard to default and with regard to handing over the security object from the debtor to the creditor. Then, the phrase "authorized parties" in Elucidation of Article 30 of Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Security was changed by Constitutional Court Decision Number 71/PUU-XIX/2021 so that it means "district court." This study intends to review the execution of fiduciary security objects before and after the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019, Decision Number 2/PUU-XIX/2021, and Decision Number 71/PUU-XIX/2021, as well as reviewing the execution of fiduciary security objects as an unlawful act in Decision Number 167/Pdt.G/2021/PN Mdn and Decision Number 93/PDT/2022/PT TJK. The form of this research is juridical-normative which is descriptive-analytical and uses a qualitative approach as a research method. The results of this study found that the execution of fiduciary security objects where there are objections from the debtor to handing over the fiduciary security objects is an unlawful act. Even if there is an event of default on the fiduciary guarantor, the fiduciary obligee is not justified in executing the fiduciary security objects in the event that the fiduciary guarantor refuses to hand over the fiduciary security object.

 File Digital: 1

Shelf
 S-Rahmandika.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : S-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LIbUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : x, 134 pages : illustration + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S-pdf 14-24-42544960 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920527815