Konflik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia telah mengancam kegiatan umat manusia, tanpa terkecuali investasi asing. Demi menyiasati hal tersebut, negara asal pemilik modal dan negara tuan rumah menyepakati klausul Full Protection and Security (FPS), yang pada intinya mengatur investasi asing yang dilaksanakan di wilayah negara tuan rumah akan senantiasa mendapatkan pelindungan (protection) dan keamanan (security) yang maksimal (full). Ketika konflik bersenjata merusak investasi asing, biasanya investor asing akan menggugat negara tuan rumah ke forum arbitrase karena dianggap melanggar klausul FPS. Namun, sebelum memutus adanya tidaknya pelanggaran atas klausul FPS, arbiter akan menentukan terlebih dahulu Standar FPS, yakni pelaksanaan konkret dari klausul FPS, melalui sistem hukum yang dipilih para pihak. Oleh karena itu, menentukan Standar FPS adalah isu Hukum Perdata Internasional (HPI), karena negara-negara yang membentuk klausul FPS menandakan unsur asing, dan hukum yang dipilih oleh para pihak akan menentukan isi dari Standar FPS. Skripsi ini akan menganalisis bagaimana arbiter menentukan isi Standar FPS terhadap kasus-kasus investasi asing yang menderita kerugian akibat konflik bersenjata, yakni kasus AAPL v. Sri Lanka, Pantechniki v. Albania, Ampal v. Mesir, Cengiz v. Libya, dan Strabag v. Libya. Pengkajian terhadap kelima kasus tersebut menunjukkan, para pihak yang bersengketa hanya meminta arbiter untuk memutus ada tidaknya pelanggaran atas klausul FPS berdasarkan fakta-fakta yang disajikan, dan tidak pernah memberikan kewenangan kepada arbiter untuk menentukan Standar FPS. Selanjutnya, skripsi ini akan membahas isi dari Standar FPS yang ditentukan arbiter dan bagaimana penerapannya pada fakta-fakta yang ada di masing-masing kasus. Terakhir, skripsi ini akan menjelaskan perbedaan antara Standar FPS dengan risiko perang dan kerusuhan sosial yang ditanggung oleh lembaga asuransi MIGA. Armed conflicts that occur in various parts of the world have threatened human activities, including foreign investment. To deal with this, the home state of the foreign investors and the host state agree on the Full Protection and Security (FPS) clause, which regulates that foreign investments carried out in the territory of the host state will always get full protection and security. When armed conflicts damage foreign investments, foreign investors will likely sue the host country to an arbitration forum for violating the FPS clause. However, before deciding whether there is a violation of the FPS clause, the arbitrator will determine first the FPS Standard, which is the concrete implementation of the FPS clause, through the legal system chosen by the parties. Therefore, determining the FPS Standard is an issue of Private International Law (PIL), as the countries that form the FPS clause signify foreign elements, and the law chosen by the parties will determine the content of the FPS Standard. This thesis will analyze how arbitrators determine the content of the FPS Standard in foreign investment cases that suffered losses due to armed conflict, namely AAPL v. Sri Lanka, Pantechniki v. Albania, Ampal v. Egypt, Cengiz v. Libya, and Strabag v. Libya. A review of the five cases shows that the disputants only asked the arbitrators to decide whether or not there was a violation of the FPS clause based on the facts presented, and never authorized the arbitrators to determine the FPS Standard. Next, this thesis will discuss the content of the FPS Standard determined by the arbitrators and how it applies to the facts of each case. Finally, this thesis will explain the difference between the FPS Standard and the risks of war and civil disturbances covered by the MIGA insurance agency. |