Periode 1930-1980 ibarat “neraka dunia” bagi penduduk Lombok Selatan, Nusa Tenggara Barat, terutama di musim kemarau. Hari hujan berdurasi pendek (3 bulan) di musim hujan dibanding panjangnya musim kemarau (8-9 bulan) dalam setahun menjadikan sawah merekah bak lukisan abstrak, tidak bisa ditanami padi. Hampir tiap hari ada saja penduduk, dari anak-anak hingga dewasa, meninggal karena kelaparan dan malnutrisi. Ternak pun kekurangan pakan, bertubuh kurus-kering, lalu tewas. Namun, situasi menyedihkan selama setengah abad di Lombok Selatan itu berubah total, menyusul diterapkannya intensifikasi tanaman padi sistem Gogo Rancah (Gora), yaitu sistem bertani di lahan basah digabungkan dengan sistem bertani di lahan tadah hujan, dengan menyiasati curah hujan pendek agar tanaman padi selamat dalam proses tanam-petiknya |