Disertasi ini membahas pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Mainan Secara Wajib (SNI Mainan) yang bertujuan mewujudkan pelindungan anak sebagai konsumen dari peredaran mainan tidak berkualitas di pasaran. Anak-anak merupakan bagian dari kelompok konsumen rentan (vulnerable consumer) yang memiliki kondisi khusus yang berbeda dibandingkan konsumen dewasa pada umumnya, serta membutuhkan pelindungan dari produk-produk yang menyasarnya sebagai target market, termasuk mainan. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 yang diperbaharui dengan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) telah mengatur pelindungan terhadap hak-hak anak; sedangkan pengaturan hak-hak konsumen terdapat dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Kedua undang-undang ini belum memiliki pengaturan mengenai pelindungan anak sebagai konsumen. Selanjutnya, bagaimana pemberlakuan SNI Mainan dapat melindungi anak sebagai konsumen ? Penelitian ini dilakukan dengan metode sosiolegal di beberapa kota pada provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Pendekatan perbandingan hukum terkait keamanan mainan (toy safety) dilakukan pada negara Amerika Serikat, Australia, China, dan organisasi supranasional Uni Eropa. Analisis deskriptif kualitatif meliputi ruang lingkup pemberlakuan, pengawasan dan faktor-faktor pendukung pemberlakuan SNI Mainan. Temuan penelitian menunjukkan : (1) Perkembangan pelindungan anak sebagai konsumen sesudah berlakunya SNI Mainan membutuhkan penguatan hak-hak anak sebagai konsumen agar anak-anak Indonesia terlindungi ; (2) SNI Mainan belum memberikan pelindungan sesuai tujuan pemberlakuannya yaitu untuk melindungi anak sebagai konsumen mainan di Indonesia; (3) Pemerintah perlu mencermati faktor-faktor pendukung optimalisasi pemberlakuan SNI Mainan, khususnya dengan implementasi Public Interest Model Of Optimal Deterrence dalam pemberlakuan SNI Mainan Secara Wajib untuk mewujudkan pelindungan anak sebagai konsumen yang lebih baik di masa yang akan datang. Catatan khusus dari hasil penelitian disertasi ini adalah urgensi memasukkan pengaturan tanggung jawab ketat (strict liability) dan pengaturan mengenai konsumen rentan (vulnerable consumer) yang meliputi lansia, golongan disabilitas, dan anak-anak sebagai konsumen dalam pembahasan amandemen UUPK selanjutnya. This dissertation discusses the application of the Compulsory Indonesian National Standard for Toys (SNI Toys) which aims to realize the protection of children as consumers from the circulation of toys that are not of good quality in the market. Children are part of a group of vulnerable consumers who have special conditions that are different from adult consumers in general, and need protection from products that target them as a target market, including toys. Law No. 23 of 2002 which was renewed by Law no. 35 of 2014 concerning Amendments to Law no. 23 of 2002 concerning Child Protection (Child Protection Law) has regulated the protection of children's rights; while the regulation of consumer rights is contained in Law no. 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK). These two laws do not yet have regulations regarding the protection of children as consumers. Furthermore, how can the implementation of SNI Toys protect children as consumers? This research was conducted using the sociolegal method in several cities in the provinces of DKI Jakarta, Banten and West Java. A comparative legal approach related to toy safety was carried out in the United States, Australia, China, and the European Union supranational organization. Qualitative descriptive analysis includes the scope of implementation, supervision and supporting factors for the implementation of SNI Toys. The research findings : (1) The development of child protection as consumers after the entry into force of SNI Toys requires strengthening the rights of children as consumers so that Indonesian children are protected; (2) SNI Toys have not provided protection in accordance with the purpose of its implementation, namely to protect children as consumers of toys in Indonesia; (3) The government needs to examine the supporting factors for optimizing the implementation of SNI Toys, especially by implementing the Public Interest Model Of Optimal Deterrence in the compulsory implementation of SNI Toys in order to create better protection for children as consumers in the future. A special note from the results of this dissertation research is the urgency to include strict liability arrangements and regulations regarding vulnerable consumers which include the elderly, disabled groups, and children as consumers in the discussion of further UUPK amendments. |