Penelitian ini untuk mengkaji peran dan dampak NGO lingkungan di Indonesia, khusnya NGO JATAM dan Trend Asia dengan menggunakan perspektif poskolonialisme, khususnya perspektif yang diungkapkan oleh Gayatri Spivak. Dengan mengajukan pertanyaan penelitian “Dari segi apakah NGO lingkungan di Indonesia merupakan perpanjangan tangan Barat?”, penelitian ini menggunakan triangulasi dari data primer dan sekunder, yang kemudian dianalisis menggunakan Analisis Naratif. Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan dinamika hubungan antara NGO lingkungan di Indonesia dengan Barat, dan dalam segi apakah peran mereka sejalan dengan konstruksi kekuasaan kolonialisme. Hasil penelitian ini mengungkapkan dua jawaban, yaitu framework asimetris yang diberikan oleh Barat terhadap NGO dan imaginary creation tentang peran NGO yang 'memberdayakan'. Pertama, NGO terjebak dalam framework asimetris yang diberikan oleh Barat, melalui skema pendanaan yang mereka terima, NGO akhirnya tunduk pada agenda yang didominasi oleh kepentingan Barat. Kedua, Barat berhasil menciptakan imaginary creation terhadap NGO melalui ‘pemberdayaan’, narasi yang diciptakan oleh Barat untuk melanggengkan dominasinya ini akhirnya membuat NGO menyederhanakan representasi terhadap masyarakat masyarakat termarjinalkan dan gagal meruntuhkan struktur kolonialisme. Terakhir, berbeda dengan klaim Spivak bahwa NGO menjadi agen colonizers yang merampas suara masyarakat, penelitian ini menemukan bahwa respon NGO terhadap dominasi Barat dapat bervariasi, dengan bargaining power yang kuat, maka NGO memiliki kemampuan untuk lepas dari dominasi Barat. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam memahami kompleksitas hubungan antara NGO lingkungan di Indonesia dengan Barat dalam konteks poskolonial. This research aims to examine the role and impact of environmental NGOs in Indonesia, specifically JATAM and Trend Asia, using a postcolonial perspective, particularly the perspective articulated by Gayatri Spivak. By posing the research question "To what extent are environmental NGOs in Indonesia an extension of the West?", this thesis used triangulation of primary and secondary data, which were then analyzed using narrative analysis. The research seeks to uncover the dynamics of the relationship between environmental NGOs in Indonesia and the West, and whether their roles align with the construction of colonial power. The findings of this research reveal two answers. Firstly, NGOs are trapped in the asymmetric framework imposed by the West, as they become reliant on the funding schemes they receive, ultimately yielding to agendas dominated by Western interests. Secondly, the West successfully creates an imaginary creation of NGOs through "empowerment," a narrative crafted to perpetuate its dominance. This results in NGOs simplifying the representation of marginalized communities and failing to dismantle colonial structures. Contrary to Spivak's claim that NGOs become agents of colonizers who usurp the voices of the people, this research finds that NGOs' responses to Western domination can vary. With strong bargaining power, NGOs have the ability to break free from Western domination. This research contributes to understanding the complexity of the relationship between environmental NGOs in Indonesia and the West within the postcolonial context. |