Hampir semua model akademis memahami radikalisasi sebagai perkembangan yang berlangsung selama periode waktu tertentu dan melibatkan banyak faktor dan dinamika yang berbeda. Sisi lain radikalisme ini dapat dijelaskan sebagai metode yang diterapkan oleh kelompok agama Islam Sunni yang bertujuan untuk menggulingkan rezim penguasa yang memiliki kekuatan geopolitik non muslim yang mendukung mereka untuk membuka jalan dalam mencapai tujuan tersebut, sehingga wujud ancamannya terasa secara global di berbagai belahan dunia mulai dari Amerika, Eropa, Australia dan Asia, termasuk di Indonesia. Salah satu wilayah Indonesia yang pernah menjadi sorotan dunia akibat gerakan radikal yang melahirkan aksi terorisme adalah provinsi Sulawesi Tengah. Secara substansial, Sulawesi Tengah menjadi daerah endemik radikalisme di Indonesia akibat akses konflik komunal masyarakat Poso yang meluas dan berimplikasi pada terlampauinya batas-batas sosial dalam kurun waktu yang lama. Di samping itu, wilayah Sulawesi Tengah ini menjadi daerah endemik aksi radikal, disebabkan oleh perluasan jaringan teroris radikal ke Sulawesi Tengah yang didasarkan pada konflik Poso dan di luar konteks konflik Poso. Berdasarkan adanya permasalahan kegagalan dalam penerapan strategi pencegahan radikalisme di atas, dapat diidentifikasikan masalahnya berasal dari belum tepatnya sasaran pelaksanaan strategi pencegahan gerakan radikal tersebut dan belum adanya tolak ukur keberhasilan dalam pencegahan gerakan radikal di Indonesia, sehingga dalam pelaksanaan strategi pencegahan radikalisme diperlukan evaluasi. Tindakan ini sangat diperlukan mengingat banyaknya temuan pelaku aksi teror di Indonesia yang pelakunya bersembunyi di wilayah Poso, yang sebanyak 13 orang pelaku teroris mulai dari teroris bom Bali hingga tokoh-tokoh yang aktif tergabung dalam kelompok radikal JAD dan JAT. Tokoh-tokoh tersebut yang ditemukan berada di wilayah Poso ini memiliki peran sebagai intelijen JAD dan bendahara JAD, serta 1 tokoh aktif yang menjabat sebagai Sekjen JAT. Almost all academic models understand radicalization as a development that takes place over a period of time and involves many different factors and dynamics. The other side of this radicalism can be explained as a method applied by the Sunni Islamic religious group which aims to overthrow the ruling regime that has non-Muslim geopolitical power supporting them to pave the way for achieving this goal, so that the threat is felt globally in various parts of the world starting from America, Europe, Australia and Asia, including in Indonesia. One of the regions of Indonesia that has been in the world spotlight due to radical movements that gave birth to acts of terrorism is the province of Central Sulawesi.Substantially, Central Sulawesi has become an endemic area of radicalism in Indonesia due to the widespread access to communal conflicts of the Poso people and the implications of the exceeding of social boundaries for a long time. In addition, the Central Sulawesi region has become an endemic area for radical action, due to the expansion of the radical terrorist network to Central Sulawesi which is based on the Poso conflict and outside the context of the Poso conflict. Based on the problem of failure in implementing the radicalism prevention strategy above, it can be identified that the problem stems from the inaccurate target of implementing the radical movement prevention strategy and the absence of a measure of success in preventing radical movements in Indonesia, so the implementation of the radicalism prevention strategy requires evaluation. This action is very necessary considering the many findings of terrorists in Indonesia whose perpetrators were hiding in the Poso area, as many as 13 terrorists ranging from the Bali bombing terrorists to figures who are active in the JAD and JAT radical groups. These figures who were found in the Poso area had roles as JAD intelligence and JAD treasurers, as well as 1 active figure who served as JAT Secretary General. |