Meskipun telah ada undang-undang yang menjamin kelangsungan hidup warga negara, sebagaimana tercantum dalam UU no. 8 tahun 2016, ancaman kekerasan seksual terhadap individu dengan disabilitas masih terus terjadi. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kepastian perlindungan terhadap kelompok penyandang disabilitas dapat tercapai. Dalam konteks ini, tantangan utama melibatkan ketidakmampuan anak-anak dengan disabilitas dalam melindungi diri serta menjunjung hak-hak mereka. Ketidaksetaraan yang terjadi dapat mengakibatkan diskriminasi ganda terhadap anak-anak disabilitas, di mana hak-hak mereka terkait tubuh, pikiran, suara, pendidikan, dan lainnya diabaikan. Ketidaksetaraan ini menggambarkan bahwa anak-anak dengan disabilitas tidak memiliki ruang yang memadai untuk mengakui martabat mereka sebagai sesama manusia. Oleh karena itu, kasus ini menyoroti perlunya anak-anak dengan disabilitas mendapatkan peluang yang setara dalam hal hak-hak dan keadilan di bawah perlindungan negara. Dalam kajian ini, pendekatan teori keadilan John Rawls serta capabilities approach dari Martha Nussbaum dan Amartya Sen digunakan bersama dengan metode analisis konseptual dan refleksi kritis. Tujuan utamanya adalah merumuskan langkah-langkah preventif bagi negara Indonesia, sebagai suatu perspektif baru dalam memahami pengaruh fundamental kuasa negara sebagai landasan sentral untuk mencapai hak-hak dan keadilan yang merata dan bebas, terutama bagi individu dengan disabilitas. Even though there are laws that guarantee the survival of citizens, as stated in Law no. 8 of 2016, the threat of sexual violence against individuals with disabilities still continues to occur. This phenomenon raises questions about the extent to which guaranteed protection for groups of people with disabilities can be achieved. In this context, the main challenge involves the inability of children with disabilities to protect themselves and uphold their rights. The inequality that occurs can result in double discrimination against children with disabilities, where their rights regarding body, mind, voice, education, and others are ignored. This inequality illustrates that children with disabilities do not have adequate space to recognize their dignity as fellow human beings. Therefore, this case highlights the need for children with disabilities to have equal opportunities in terms of rights and justice under state protection. In this study, John Rawls' justice theory approach and the capabilities approach of Martha Nussbaum and Amartya Sen are used together with conceptual analysis and critical reflection methods. The main objective is to formulate preventive measures for the Indonesian state, as a new perspective in understanding the fundamental influence of state power as a central foundation for achieving equal and free rights and justice, especially for individuals with disabilities. |