Tiap kota memiliki keunikan karakter, sejarah dan nilai budaya yang tercermin pada hadirnya kawasan yang memiliki kekentalan nilai sosial dan budaya yang dapat disebut sebagai kawasan pusaka. Masalah yang diteliti bertitik tolak dari kondisi kawasan pusaka kita yang semakin menurun kualitasnya baik secara lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi. Namun demikian, tidak semua kawasan pusaka kita berada dalam kondisi buruk, kawasan Taman Ayun yang berlokasi di kabupaten Badung, Provinsi Bali adalah sebuah contoh kawasan pusaka dengan kondisi baik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kawasan Taman Ayun, pengelolaan kawasan pusaka yang dilakukan dengan pendekatan nilai kearifan lingkungan yang dilandaskan konsep Tri Hita Karana dengan awig-awig (hukum adat tertulis) sebagai instrumen pengelolaan kawasan pusaka, lebih efektif menjaga kelestarian kawasan pusaka dibandingkan dengan pengelolaan kawasan pusaka yang menggunakan instrumen kebijakan penataan ruang. Berdasar hasil penelitian, saya menyusun model pengelolaan kawasan pusaka berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan kebijakan penataan ruang dan kearifan lingkungan. Muatan model ini sebagai berikut: pada kawasan pusaka dengan karakteristik: 1) kawasan memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; 2) memiliki masyarakat adat yang masih memegang teguh adat istiadat, dan norma yang berlaku pada masyarakatnya; 3) memiliki aturan/hukum adat, maka pengelolaan kawasan pusaka dilakukan dengan: 1) berbasis pada kearifan lingkungan dengan instrumen aturan adat tertulis yang telah dilengkapi dengan muatan tata ruang; 2) dalam perspektif kebijakan penataan ruang, pengaturan kawasan pusaka dilakukan melalui penetapan kawasan pusaka dalam rencana tata ruang sebagai kawasan cagar budaya atau kawasan strategis sosial budaya, sedangkan penyusunan Rencana Tata Ruang dilakukan pada tingkat rencana umum, pengaturan pada skala lingkungan tidak dilakukan. Pengaturan ruang kawasan pusaka melalui pembagian zonasi, yaitu: zona inti, zona penyangga dan zona pengembangan; 3) pendekatan pengelolaan kawasan pusaka menggunakan konservasi dinamis; 4) melibatkan peran segenap pemangku dalam pengelolaan kawasan pusaka ini dengan pendekatan berbasis pada kesetaraan, keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat. Every city has its own unique character, historical and cultural value which is reflected by the existence of several areas within the city that has strong historic and social footprints. Those areas are known well as heritage areas. The main issue that will be focus of the study is the deterioration of heritage area from the aspect of economy, social, and environment. In long term, the degradation of this situation could lead heritage area into its destruction. In facts, not all heritage area is in poor condition. Taman Ayun area, which is located in Badung Regency-Bali, has succesfully maintained its physics and social cultural value as a well manage of built environment. This study is using qualitative approach with descriptive analysis. The result of this research shown that environmental wisdom that is affected by Hindu beliefs with its Tri Hita Karana concept, awig-awig from their traditional village more effectively rather than spatial planning policy as a management instrumen for heritage area in Taman Ayun. Based on the result of this research, I arrange a model of sustainable heritage area with spatial planning policy and environmental wisdom approach.The substance of this model consist of: Heritage area with a spesific character as follows: 1) heritage area has significant value such as: history, science, religion, and cultural; 2) a community with a strong environmental wisdom has a powerfull capacity to manage their living space well; 3) written customary law is used as instrument for management of heritage area. Heritage area management conduct with: 1) based on environmental wisdom which written customary law that equipped with spatial planning substance is used as instrument for management of heritage area; 2) in perspective of spatial planning policy, arragement of heritage area through determine heritage area in spatial plan document as a heritage area or socio cultural strategic area, spatial planning policy arrangement for general/macro spatial plan, and for spesific heritage area, who has a spesific character does not need a legal spatial plan. The arrangement of spatial planning for heritage area divided into three zone: main zone, buffer zone and supporting zone and also characteristic area accommodate in spatial plan document; 3) Heritage area management used dynamic conservation approach: 4) the role of all stakeholders is needed to support and develop the heritage area with equity, inclusive and bottom up approach to ensure the sustainability of the heritage area. |