Latar BeJakang: Laryngeal Mask Airway (LMA) telah diterima secara umum sebagai alat jalan napas. Pada praktik klinis, insersi LMA pada percobaan pertama dengan waktu sesingkat mungkin merupakan kondisi yang diharapkan sehingga efek samping agen anestesi minimal tanpa menimbulkan komplikasi demi keselamatan pasien. Dosis kecil atrakurium sebelum induksi dipilih untuk operasi dengan durasi singkat, agar tidak menunda pemulihan akibat pelumpuh otot namun perlu diperhatikan efek samping gejala kelemahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian atrakurium sebelum induksi dosis 75 dan 150 rncglkgBB terhadap keberhasilan percobaan pertama dan waktu insersi sehingga dapat menjadi standar dosis atrakurium untuk insersi LMA. Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar ganda ini mengelompokkan 150 pasien dewasa yang mendapat layanan anestesia di ruang operasi RSCM rnenjadi 2 kelompok. Setelah koinduksi midazolam dan fentanyl, pasien kelompok eksperimen diberikan atrakurium dosis 75 mcglkgBB, sedangkan kontrol 150 mcglkgBB. Setelah 1 menit, diamati gejala keJernahan, yaitu ptosis, diplopia, dan sesak napas sebelurn induksi propofol. Insersi LMA dilakukan setelah pasien tidak respon terhadap jaw thrust setelah 90 detik pemberian propofol. Diambil data keberhasilan percobaan pertama dan waktu insersi, selain itu dicatat nilai rasio TOF sebelurn insersi, respon hernodinamik, dan komplikasi pascainsersi. Hasil: Keberhasilan insersi pertama kedua kelornpok tidak berbeda signifikan, yaitu 90,7% pada kelompok eksperimen dibandingkan 93,3% kontrol (p=0,547). Begitu pula waktu insersi 36,05±16,98 detik dan 33,75±13,55 detik untuk dosis 75 dan 150 mcglkgBB berurutan (p=0,359). Kornplikasi insersi pada kelompok ekspersimen 90,7% dan 93,3% kelompok kontrol. Gejala kelemahan ditemukan harnpir 2 kali lipat di kelompok kontrol dengan nilai rasio TOF yang juga lebih rendah. Respon hemodinamik setelah insersi LMA mirip di kedua kelompok. Simpulan: Penggunaan atrakurium dosis 75 mcglkgBB sama baiknya dibandingkan 150 mcglkgBB dalam memudahkan insersi LMA. Background: In clinical practice, success on first attempt of LMA insertion with the shortest times is aimed to achieve minimal adverse eventfrom. Small dose of atracurium given beJore induction is chosen Jor brieJ duration procedure therefore has minimal or no effect to recovery from neuromuscular blocking agent, but the consequences of partial paralysis before induction should be a concern. This study aims to compare the success onfirst attempt and insertion time oJLMA between 75 and 150 mcglkgBWatracurium, given beJore propofol induction in search for standard dose of atracurium to ease LMA insertion. Methotl: This double-blind randomized clinical trial divided 150 adult patients who received anesthesia procedllre in Cipto Mangunkusumo General Hospital operating theatres into two groups. After coinduction with midazolam and Jentanyl, patients in the study group received 75 mcglkgBWalracurium, meanwhilefor the control group was 150 mcglkgB W After 1 minute all the samples were evaluated for paralysis symptoms of ptosis, diplopia and shortness oj breath before propofol induction. LMA insertion then attempted after no response to jaw thrust manuever evaluated after 90 seconds from propoJol injection. Success on first attempt and time of insertion were the main outcomes evaluated, beside TOF ratio, hemodynamic responses and complications. Result: Success on first attempt rate was not significally worse, which was 90.7% for experiment group compare to 93.3% in .control (p=0,547). Insertion time was 36.05±I6,98 and 33,75±i3,55 second Jor respective group (p=0.359). Postinsertion complication in experiment group were higher but the paralysis symptoms were lower. Conclusion: Low dose oJ 75 mcglkgBW atracurium is equal compared to 150 mcglkgBW 10 ease LMA insertion. |