Sebagaiman dipahami dalam teori pemidanaan, bahwa idelanya pembinaanterhadap anak yang berhadapan dengan hukum memerlukan perlakuan khusus sesuaidengan tingkat perkembangan anak serta tingkat pelanggaran hukum yangdilakukannya sehingga dalam proses pembinaannya harus dipisahkan dengan orangdewasa agar tidak terjadi “pencemaran” pembinaan yang membahayakan masa depananak. Di Indonesia karena adanya alasan klise yaitu negara masih belum amapumembangun lembaga pemasyarakatan khusus anak, maka proses penggabunganpembinaan tidak bisa dihindarkan. Pembinaan anak didik pemasyarakatan di lembagapemasyarakatan dewasa dapat dikategorikan merupakan pembinaan gabungan. Meskianak-anak dipisahkan bloknya dengan narapidana dewasa, namun dalamkenyataannya tidak ada program pembinaan khusus yang ditujukan kepada anak,tidak ada pedoman yuridis yang menjadi rambu-raambu yantg harus dilakukan olehpara kepala lembaga pemasyarakatan dan para petugas dalam proses pembinaan anakdidik pemasyarakatan. Anak didik pemasyarakatan acap kali bertemu dan disatukandengan narapidana dewasa dalam proses pembinaan, anak didik pemasyarakatankerap kali harus mendapatkan ancaman, intimidasi, dan contoh buruk dari narapidanadewasa. Situasi-situasi ini menyebabkan pembinaan anak didik pemasyarakatan dilembaga pemasyarakatan dewasa telah mencapai pada tahap kronis danmembahayakan masa depan anak. Penelitian ini menggunakan metode normatif aitumengkaji sumber data sekunder yang terdiri dari peraturan-peraturan yang terkaitdengan anak yang berhadapan dengan hukum, tentang lembaga pemasyarakatan sertapenelitian-penelitian sebelumnya. Selain itu peneliti juga melakukan penelitianhukum empiris dengan melakukan wawancara dengan staff Kanwil Hukum dan HakAsasi Manusia Provinsi DIY, Kepala Lembaga Pemasyarkatan kelas II B Sleman,Yogyakarta seta Kasubsi Registrasi dan Bimkemas. Dari penelitian ini penelitimerekomendasikan: sebelum dilakukan pemisahan pembinaan maka perlu disusunkebijakan dari kementerian Hukum dan HAM tentang pola pembinaan anak didikpemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan dewasa dengan mempertimbangkanadanya penataan ruang khusus bagi anak yang benar-benar terpisah dengannarapidana dewasa, penataan bangunan blok yang memperhatikan estetika dan ramahanak, adanya petugas dan psikolog / koselor anak, membuat program-program yangkhusus untuk anak yang terpisah dengan narapidana dewasa serta memastikan anaktidak mendapatkan perlakuan negatif dari narapidana dewasa This research describes about punishment the child prisoners in correctioninstitution class II B Sleman, Yogyakarta, which aims to determine child prisonersdevelopment combined with adult prisoners coaching process, the obstaclesencountered when coaching is done and the implications of this development formental development and psychological child. As understood in the theory ofpunishment, that ideally guidance to children in conflict with the law is different from child prisoners punishment process. Children in conflict with the law requiring special treatment in accordance with the child's developmental level and the level of violation of the law it does so in its development process should be separated from adults, to avoid "contamination " that jeopardize the future development of the child .In Indonesia because of the cliche that the State has not been able to buildspecial prisons child, then the process of combining punishment unavoidable. Childprisoners in adult correctional institutions can be categorized a combined punishment.Although the blocks separated children with adult prisoners, but in reality there is no specific training programs aimed at children, there are no guidelines juridical be signs that must be made by the head of the penitentiary and officials in the correctional process of child prisoners. They often meet and together with adult prisoners in the process of punishment, child prisoners must obtain a correctional often all threats, intimidation, and bad examples from adult prisoners. These situations lead to punish child prisoners within prisons has reached the chronic stage and jeopardize the future of the child.This research used a method that examines the normative law of secondarydata sources consisting of rules relating to children in conflict with the law, about the correctional institution as well as previous studies. In addition, researchers also conduct empirical legal research by conducting interviews with staff offices and human rights law Yogyakarta Province, Chief Correctional Institution Class II, Sleman, Yogyakarta and Kasubsi Registration and Bimkemas .From this study, the researcher recommends: prior to the separation ofpunishment will need to establish a policy of the ministry of law and human rights on the pattern formation protege adult prisons within child prisoners to consider if a particular spatial arrangement for the child who is completely separate with adult prisoners, arrangement of room blocks attention to aesthetics and child, the presence of officers and psychologists /counselors child, making special programs for separated children with adult prisoners and make sure children do not get the negative treatment of adult prisoners. |