:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Keabsahan Jual Beli Tanah yang Dilakukan Tanpa Persetujuan Pasangan Dalam Perkawinan yang Dicatatkan Setelah Suami Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2394 K/Pdt/2019) = Validity of Sale and Purchase of Land Conducted Without Spousal Consent in a Marriage which is Registered After The Spouse (Husband) is Deceased (Study of Supreme Court Verdict Case Number 2394 K/Pdt/2019)

Nurul Hudia; Akhmad Budi Cahyono, supervisor; Liza Priandhini, supervisor; Fitriani Ahlan Sjarif, examiner; Endah Hartati, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021)

 Abstrak

Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun pada kenyataannya banyak terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya. Salah satunya adalah perkawinan yang hanya dilakukan secara hukum agama dan tidak dicatatkan. Dimana suatu perkawinan yang hanya dilakukan menurut hukum agama atau biasa disebut dengan perkawinan di bawah tangan tentunya tidak memiliki kepastian hukum karena tidak memiliki bukti autentik berupa akta nikah. Apabila harta yang diperoleh dalam masa perkawinan di bawah tangan (dalam hal ini tanah dan bangunan) dan harta tersebut ingin dialihkan melalui jual beli dimana perbuatan hukum tersebut memerlukan persetujuan pasangan kawin, hal ini akan menimbulkan masalah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai akibat hukum pengesahan perkawinan yang dilakukan setelah salah satu pihak meninggal dunia, keabsahan jual beli tanah yang dilakukan tanpa persetujuan istri dalam perkawinan yang dicatatkan setelah suami meninggal dunia, dan pertimbangan hakim terhadap jual beli tanah tanpa persetujuan istri dalam perkawinan di bawah tangan yang kemudian dicatatkan setelah suaminya meninggal dunia. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa jual beli yang dilakukan tanpa persetujuan istri dalam perkawinan di bawah tangan adalah sah. Pengesahan perkawinan dapat dilakukan meskipun salah satu pasangan kawin telah meninggal dunia, setelah mendapatkan pengesahan perkawinan dari Pengadilan Agama maka wajib dicatatkan di Kantor Urusan Agama agar perkawinan tersebut menjadi sah dan diakui oleh negara dan timbul akibat hukum atas pencatatan perkawinan tersebut, dan terdapat kekurangan pada pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2394 K/Pdt/2019

Marriage in Indonesia is regulated within Law Number 1 Year 1974 regarding Marriage. However, in practice, a lot of problems arise in its implementation. One of which is a marriage which is only conducted according to religious law and is not registered. Whereas, within a marriage which is only conducted based on religious law or often known as private marriage (perkawinan di bawah tangan) surely does not have any legal certainty due to the absence of an authentic evidence in the form of a marriage deed. If the asset(s) obtained during the private marriage (in this case land and building) are going to be transferred through sale and purchase, whereas such legal action requires a spousal consent, this will give rise to a problem. Within this thesis, the problem being discussed is regarding the legal consequence for ratification of a marriage which is conducted after one party is deceased, validity of sale and purchase of land which is conducted without spousal (wife) consent within a private marriage which is then registered after the spouse (husband) is deceased. To answer such problem, the juridical normative research method is used, complemented with secondary data in the form of primary and secondary legal material. The conclusion drawn from this research is that a sale and purchase conducted without a spousal (wife) consent within a private marriage is legitimate. Ratification of marriage may be conducted despite the fact that one of the spouse had passed away, and after obtaining a marriage ratification from the Religious Court, such marriage shall be registered within the Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama) so that such marriage will be legitimate and recognized by the state as well as giving rise to legal consequences pertaining to such marriage and that there is a shortfall within the judge’s consideration in the Supreme Court Verdict Number 2394 K/Pdt/2019.

 File Digital: 1

Shelf
 T-Nurul Hudia.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xiii, 89 pages : illustration + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-pdf 15-23-32987336 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920531578