Penelitian ini membahas mengenai Pembatalan Persetujuan Suami Isteri/Spousal Consent terhadap pengikatan Jaminan Perseorangan atau yang dikenal sebagai Personal Guarantee dalam perjanjian kredit. Pada kasus ini suami isteri menikah setelah tahun 1974 tanpa adanya perjanjian kawin sehingga tunduk pada Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan mengenai harta bersama suami isteri dapat bertindak atas perjanjian kedua belah pihak. Sehingga ketika pembuatan Personal Guarantee diperlukan Persetujuan Suami Isteri/Spousal Consent. Permasalahan yang diangkat adalah keabsahan pembatalan Persetujuan Suami Isteri/Spousal Consent dalam perjanjian kredit; dan akibat hukum dari pembatalan Persetujuan Suami Isteri/Spousal Consent pada pengikatan jaminan dalam perjanjian kredit bagi para pihak dalam Putusan Nomor 210/PDT/2016/PT.DKI. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif atas sistematika hukum, dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembatalan spousal consent dalam putusan ini adalah sah karena dalam melakukan perbuatan hukum perkawinan suami isteri yang tidak terikat dalam suatu perjanjian kawin dan salah satu pihak ingin mengikatkan diri dengan pihak ketiga yang memiliki dampak terhadap pembebanan/penjaminan harta bersama, maka harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari suami/isteri tersebut. Pihak yang akan dibebani kewajiban hukum oleh orang lain harus secara tegas diberitahukan tentang hal tersebut dan kemudian ia harus menyetujui dan menandatangani, baru kemudian dia dapat dipertanggungjawabkan apabila terjadi kesalahan. This research discusses about the cancellation of Spousal Consent on the binding of Personal Guarantees in credit agreements. In this case, the husband and wife married after year of 1974 without having a prenuptial agreement so that according to Articles 35 and 36 of Marriage Law No. 1 of 1974, the property acquired during marriage becomes joint property and regarding joint property, husband and wife can act based on the agreement between both sides, so that Spousal Consent is required when creating Personal Guarantee. The issues raised are the validity of the cancellation of Spousal Consent in the credit agreement; and the legal consequences of the cancellation of the Spousal Consent on binding Personal Guarantee in the credit agreement for the parties under the case number 210/PDT/2016/PT.DKI. To answer these problems, a juridical-normative legal research method on legal systematics is used. The results of the study conclude that in carrying out legal acts of husband and wife marriage who are not bound by a prenuptial agreement and if one of the parties wants to bind themselves with the third party which has an impact on the imposition of joint property, it must first obtain written approval from the husband/wife. The party who will be under a legal obligation by another person must be expressly notified about it and then must agree and sign, only then he can be held accountable if something goes wrong. |