Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa azas dari perkawinan yang berlaku di Indonesia merupakan azas Monogami, yang berarti seorang suami hanya diperbolehkan menikah dengan seorang perempuan. Azas Monogami tersebut bukanlah azas yang mutlak karena terdapat pengecualian dimana dalam suatu kondisi tertentu seorang suami diperbolehkan menikah lagi sampai dengan empat orang isteri. Azas Monogami tersebut disebut azas monogami terbuka. Terdapat syarat-syarat yang mendahului adanya perkawinan poligami, salah satunya adalah izin dari isteri pertama dan pengadilan, apabila tidak ada izin maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan dengan putusan pengadilan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pembatalan perkawinan yang dilakukan oleh isteri pertama terhadap perkawinan kedua suaminya yang sudah meninggal dunia, kedudukan (status) anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan, dan hak mewaris dari anak yang dilahirkan dari perkawinan kedua dan isteri kedua dari perkawinan yang dibatalkan. Untuk menjawab pokok permasalahan dalam penelitian ini maka Penulis memakai metode penelitian yuridis - normatif dan bersumber pada data sekunder yang berupa peraturan bahan hukum dan literatur kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitan Penulis bahwasanya tidak ada tenggang waktu pembatalan dapat diajukan. Pembatalan perkawinan dapat diajukan jika ternyata terdapat pihak yang dirugikan. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan tersebut apabila terdapat anak yang lahir sepanjang perkawinan tersebut maka pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak yang dilahirkan dan anak tersebut tetap menjadi ahli waris yang sah dari kedua orang tuanya. Terhadap isteri kedua, karena pembatalan perkawinan mulai berlaku sejak ada putusan pengadilan dan berlaku surut sejak perkawinan dilangsungkan maka dianggap tidak pernah terjadi perkawinan diantara suami isteri tersebut sehingga diantara keduanya tidak ada hubungan waris-mewaris. Law Number 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law stated that the principle of marriage in Indonesia is the Monogamy principle, which means a man is only allowed once to marry a woman. The Principle is not an absolute principle because there are exceptions where under certain conditions a husband is allowed to remarry, up to four wives. Under that certain conditions The principle is called the open monogamy principle. There are conditions that precede the existence of polygamy marriage, one of which is permission from the first wife and court, if there is no permit then the marriage can be canceled under a court decision. The purpose of this study is to analyze the cancellation of a marriage by the first wife, the status of a child born from a canceled marriage, and inheritance rights of the child born from the second marriage and the second wife. To answer the main problems the writer uses juridical - normative research method by using secondary data from the literature supported with the interview with the informant. Based on the results of the research there is no time limit of marriage-cancellation can be submitted. Marriage cancellation can be submitted if it turns out there is a disadvantaged party. The legal consequences of the cancellation of the marriage if there are children born during the marriage, the cancellation of the marriage is not retroactive to the child being born and the child remains the legal heir of both parents. With respect to the second wife, due to the cancellation of the marriage taking effect since the court ruling was issued and retroactive since the marriage took place, it was considered that there had never been a marriage between the husband and wife so that there was no inheritance relationship between the two. |