Studi ini fokus pada mode hubungan diaspora Peranakan Tionghoa di Lasem dengan referent-origin-nya serta konsepsi mereka mengenai referent-origin dan Peranakan Tionghoa. Dalam banyak studi, masih berkembang anggapan bahwa etnis Tionghoa memiliki nasionalisme keindonesiaan yang rendah karena loyalitas mereka ke tanah asalnya. Ironisnya, persepsi itu masih bertahan sampai dua dekade pasca-reformasi. Tesis ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana Peranakan Tionghoa mendefinisikan Tiongkok sebagai rujukan asal bagi etnis Tionghoa. Studi ini menggunakan konsep diaspora karena mampu menjelaskan berbagai pola migrasi dan mode hubungan masyarakat diaspora dengan asal rujukannya. Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengangkat studi kasus masyarakat diaspora Tionghoa di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Metode pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Penelitian ini berargumen bahwa mode hubungan diaspora Tionghoa dengan referent-origin menempatkan Tiongkok sebatas pada rujukan budaya Tionghoa karena pembatasan pada kebudayaan Tionghoa selama orde baru telah memutus hubungan Diaspora Tionghoa dengan Tiongkok sebagai negara atau homeland. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa referent-origin bekerja dalam aktivitas peranakan Tionghoa dalam melestarikan berbagai warisan kebudayaan leluhurnya. Era kemajuan teknologi informasi dan transportasi membuat mode hubungan masyarakat Tionghoa dengan referent-origin nya semakin terbuka. Diaspora Tionghoa di Lasem yang berasal dari berbagai gelombang dan pola migrasi mengembangkan berbagai mode hubungan dengan referent-origin, mulai dari mode antagonistic, centroperipheral, hingga mode enclaved, dan atopic dimana kolektivitas Peranakan Tionghoa menggunakan kepercayaan pada referent-origin yang sama sebagai pusat budaya Tionghoa untuk saling mengenal diantara Peranakan Tionghoa lainnya tanpa ada upaya yang diarahkan ke negara asal, Tiongkok This study focuses on the modes of relationship between the Peranakan Chinese diaspora in Lasem and their referent-origin as well as their conceptions of referent-origin and Peranakan Chinese. Previous studies show that there is still a growing assumption that ethnic Chinese have low Indonesian nationalism because of their loyalty to their homeland. Ironically, this perception still persists for two decades after the reformation. This thesis aims to explain how Peranakan Tionghoa define China as the referent-origin for Chinese. This study uses the concept of diaspora because it is able to explain various patterns of migration and modes of diaspora community relations to the referent-origin. This study is a qualitative research with a case study of the Chinese diaspora in Lasem, Rembang, Central Java. Methods of data collection are carried out through observation, in-depth interviews, and document study. This study argues that the mode of relations between the Chinese diaspora and referent-origin places China only as a reference to Chinese culture because restrictions on Chinese culture during the New Order have severed the relationship between the Chinese Diaspora and China as a country or homeland. The results of this study indicate that the referent-origin works in peranakan Chinese activities in preserving various cultural heritage of their ancestors. The era of advances in information, technology and transportation has made the mode of relations between Chinese and their referent-origin more open. The Chinese diaspora in Lasem from various waves and migration patterns, developed various modes of relationship with referent-origin, ranging from antagonistic, centroperipheral, to enclaved, and atopic modes where the Peranakan Chinese collectivity used the belief in the same referent-origin as the center of Chinese culture to get to know each other among other Chinese Peranakans without any efforts directed at their home country, China. |