City branding telah lama menjadi praktik populer dalam mencari dan menemukan berbagai identitas khas untuk dapat bersaing, sebagaimana terjadi pada Kabupaten Situbondo. Warga sebagai konsumen kota bertanggung jawab atas keunikan yang dimiliki Kota/ Kabupaten dalam menampilkan kualitas dirinya. Upaya atau tindakan yang dilakukan dengan melibatkan warga akan mengarah pada keberhasilan strategi city branding. Penelitian ini mengkaji kesenjangan city branding Kabupaten Situbondo yang dipengaruhi oleh efektivitas suatu kebijakan. Penelitian ini menjawab fenomena kesenjangan city branding ditinjau dari 2 (dua) persepsi, yaitu warga dan otoritas kota, yang dianalisis melalui perspektif disiplin ilmu komunikasi.Berdasarkan three-gap branding model, framework pada penelitian ini perlu: (1) mengeksplorasi identitas khas untuk menjadi keunggulan kompetitif; (2) mengidentifikasi persamaan dan perbedaan persepsi terhadap inkonsistensi branding (merek); dan (3) mengetahui persepsi kepuasan merek (pengalaman tempat dan citra yang dirasakan) warga. Hasil penelitian mengungkapkan untuk mengatasi kesenjangan city branding perlunya saran akademis dan praktis. Pada saran akademis menyarankan konsep three-gap branding model yang dikemukakan oleh Govers & Go (2009). Sedangkan saran praktis meliputi (1) mengikutsertakan peran warga dalam memahami identitas; (2) mempelajari kebutuhan dan pengalaman dari tipe utama konsumen; (3) memberi ruang pada kelompok pemangku kepentingan lainnya; dan (4) persepsi tokoh agama perlu digali dan dikomparasi dengan pemangku kepentingan lainnya. City branding has long been a popular practice in seeking and finding various distinctive identities to be able to compete, as happened in Situbondo Regency. Citizens as city consumers are responsible for the uniqueness of the City/Regency in displaying their quality. Efforts or actions taken by involving citizens will lead to the success of the city branding strategy. This study examines the city branding gap in Situbondo Regency which is influenced by the effectiveness of a policy. This study answers the phenomenon of the city branding gap in terms of 2 (two) perceptions, namely citizens and city authorities, which are analyzed through the perspective of communication disciplines.Based on the three-gap branding model, the framework in this research needs to: (1) explore a distinctive identity to become a competitive advantage; (2) identify similarities and differences in perceptions of branding inconsistencies (brands); and (3) knowing the perception of brand satisfaction (place experience and perceived image) of residents. The results of the study reveal that to overcome the city branding gap, academic and practical advice is needed. The academic suggestion suggests the concept of the three-gap branding model proposed by Govers & Go (2009). While practical suggestions include (1) involving the role of citizens in understanding identity; (2) studying the needs and experiences of the main types of consumers; (3) provide space for other stakeholder groups; and (4) perceptions of religious leaders need to be explored and compared with other stakeholders. |