Skripsi ini membahas mengenai praktik kolaborasi dalam Program 1.000 Kios untuk UMKM di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat melalui model collaborative governance. UMKM di Kota Depok memiliki potensi yang besar untuk mendukung perkembangan Kota Depok itu sendiri. Pasalnya, pada tahun 2017, UMKM di Kota Depok dapat menyumbang sebesar 60% dari total PDRB yang dihasilkan Kota Depok. Meskipun demikian, permasalahan tak lantas menghindar dari sektor UMKM di Kota Depok. Saat ini, pemerintah sangat menyoroti permasalahan UMKM di bidang pemasaran. Oleh karenanya, melalui program Depok Sahabat UMKM, pemerintah Kota Depok menyelenggarakan Program 1.000 Kios untuk UMKM yang bertujuan untuk mendukung pelaku UMKM dalam bidang sarana dan prasarana serta pemasaran. Program ini ditekankan pada pelaksanaan kolaborasi dengan pihak non pemerintah. Di mana, untuk pemenuhan target kios di tahun 2017 hingga awal tahun 2018, pemerintah Kota Depok bekerjasama dengan 10 toko modern di Kota Depok. Dengan pelaksanaan program tersebut, terlihat adanya praktik collaborative governance, di mana konsep tersebut merupakan suatu tata kelola pemerintahan kolaboratif yang melibatkan pihak non publik dalam mengelola ataupun memecahkan suatu permasalahan publik dengan cara-cara khusus (Ansell dan Gash, 2008). Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana implementasi Program 1.000 Kios untuk UMKM melalui pendekatan Collaborative Governance. Penelitian ini menggunaan pendekatan post-positivist dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat proses collaborative governance dalam Program 1.000 Kios untuk UMKM. Namun, terdapat perbedaan antara praktik kolaborasi pada Program 1.000 Kios untuk UMKM dengan model collaborative governance yang dikemukakan oleh Ansell dan Gash (2008). This thesis discusses the implementation of 1,000 Stalls for MSMEs Programme in Depok City, West Java Province through collaborative governance approach. MSMEs in Depok City have enormous potentials for supporting the development of the city. This is based on the fact that back in 2017, MSMEs in Depok City successfully made a contribution of 60 percent to the total GRDP of Depok City. Despite that, problems did not necessarily stand aside from this city’s MSME sector. At the present time, the government pays a considerable attention to the problems faced by MSMEs in the marketing sector. In West Java, the MSMEs in Depok City are falling behind those in other regions in terms of popularity. Thus, through the Depok Befriends MSMEs (Depok Sahabat UMKM) Programme, the Government of Depok City launched the 1,000 Stalls for MSMEs (1.000 Kios untuk UMKM) Programme, aimed at supporting MSMEs in facilities and infrastructure provision. This programme emphasizes collaboration with non-governmental stakeholders. To meet the number of stalls targeted for the period 2017–early 2018, the Government of Depok City cooperated with 10 modern stores in Depok City. The practice of collaborative governance is showing in the implementation of the 1,000 Stalls for MSMEs Programme, where non-governmental parties are engaged in managing or solving public issues in particular fashion (Ansell and Gash, 2008). The aim of this research is to analyse the collaborative practice in the 1,000 Stalls for MSMEs Programme viewed from the collaborative governance concept. This research used post-positivist approach and descriptive design. Research results show the presence of collaborative governance process in the 1,000 Stalls of MSMEs Programme in accordance with the model proposed by Ansell and Gash (2008). |