Perkembangan Biofilm Candida albicans ATCC 10231 Fase Awal, Menengah, dan Maturasi Setelah Paparan Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) = Candida albicans ATCC 10231 Biofilm Development in Early, Intermediate, and Maturation Phase after Exposure of Javanese Turmeric Ethanol Extract (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Nabilah Siti Samiyah;
Ria Puspitawati, supervisor; Agoeng Tjahajani Sarwono, supervisor; Ratna Farida, examiner; Sri Angky Soekanto, examiner
(Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017)
|
Latar Belakang: Candida albicans merupakan flora komensal yang dapat berubah menjadi virulen pada keadaan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan virulensi. Salah satu faktor virulensi C. albicans adalah kemampuan membentuk biofilm dengan gambaran morfologi yang berubah pada setiap fasenya. Pembentukan biofilm dapat meningkatkan resistensi terhadap agen antijamur. Temulawak merupakan tanaman obat unggulan Indonesia yang diketahui memiliki khasiat antijamur. Tujuan: Mengetahui perkembangan berbagai fase biofilm C. albicans ATCC 10231 setelah paparan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Metode: Uji MTT-assay digunakan untuk mengetahui konsentrasi minimum ekstrak etanol temulawak dalam menghambat pembentukan biofilm C. albicans (KHBM50). Gambaran mikroskopis perkembangan biofilm C. albicans diobservasi dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Hasil: Nilai Konsentrasi Inhibisi Biofim Minimal (KHBM50) ekstrak etanol temulawak terhadap biofilm C. albicans ATCC 10231 pada fase awal (adhesi dan proliferasi), fase menengah, dan fase maturasi berturut turut adalah 25%, 35%, dan 40%. Kemampuan ekstrak etanol temulawak dalam menghambat perkembangan biofilm C. albicans menurun seiring dengan peningkatan fase biofilm. Pada fase adhesi, morfologi C. albicans ATCC 10231 yang dipaparkan ekstrak etanol temulawak dan nystatin masih berbentuk blastospora, berbeda dengan kontrol negatif yang sudah menunjukkan germinasi. Pada fase proliferasi, menengah, dan maturasi C. albicans ATCC 10231 yang dipaparkan temulawak maupun nystatin menunjukkan adanya pertumbuhan hifa yang lebih pendek namun dengan jumlah dan densitas yang jauh lebih sedikit jika dibanding dengan kontrol negatif. Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak mempengaruhi viabilitas C. albicans ATCC 10231 dan menghambat perkembangan biofilm C. albicans ATCC 10231 dengan cara menghambat pertumbuhan hypha serta menurunkan densitas biofilm. Semakin meningkat fase perkembangan biofilm, dibutuhkan konsentrasi ekstrak etanol temulawak yang lebih tinggi. Background: Candida albicans is a commensal flora that can turn into virulent in certain circumstances that are influenced by predisposing and virulence factors. One of the virulence factors of C. albicans is the ability to form biofilm with morphologic changes in every phase. Biofilm formation can increase resistance towards antifungal agents. Javanese turmeric is an Indonesian medical plant that is reported to have antifungal effect which can inhibit the development of C. albicans biofilm. Objective: To observe the development of Candida albicans |
S-Nabilah Siti Samiyah.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | xvi, 54 pages : illustration ; appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S-pdf | 14-23-60574886 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920536239 |