Kemunculan industri retail yang pesat di Indonesia memberikan lapangan pekerjaan yang banyak bagi masyarakat. Akan tetapi, perkembangan tersebut tidak berbanding lurus dengan apa yang didapatkan oleh pekerjanya. Banyak ditemukan bahwa para pekerja dibebankan dengan kebijakan pengurangan upah. Pengurangan upah tersebut ditemukan di salah satu perusahan retail terbesar di Indonesia, yaitu Alfamart. Pengurangan upah tersebut dilalui sistem Nota Selisih Barang (NSB) dengan mengkalkulasi jumlah barang fisik dan sistem yang tertera. Namun, permasalahan sistem tersebut terlalu membebankan pekerja retail di Alfamart dengan mengurangi upah terus menerus tiap bulannya. Pada tahun 2020, kebijakan NSB tersebut berubah dengan memotong 10% dari upah per bulannya. Hal tersebut menimbulkan respon pekerja retail dalam melakukan penolakan kebijakan NSB melalui Federasi Serikat Buruh Karya Utama Retail Pergudangan dan Pertokoan (FSBKU RPP) di dalam perusahaan Alfamart. Tulisan ini akan melihat bagaimana respon pekerja retail di Alfamart dan Strategi yang dilakukan oleh FSBKU RPP dalam melakukan penolakan kebijakan NSB tahun 2020 di gudang Cikokol. Penulisan ini menggunakan pendekatan sumber daya kekuatan, yaitu struktural, asosiasi, dan institusional dan menggunakan paradigma contingent control (Ikeler, 2018) melalui teori sistem kontrol dan tiga pasar tenaga kerja sebagai kerangka analisis. Sementara itu, tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi literatur. Penelitian ini menemukan pekerja Alfamart terbagi menjadi dua, gudang dan toko. Perbedaaan tersebut memberikan kondisi kerja yang berbeda. Hadirnya serikat di Gudang memberikan perlindungan kepada pekerjanya. FSBKU RPP dengan menggunakan 3 sumber dayanya berhasil melakukan negosiasi kepada perusahaan Alfamart dengan mengembalikan kembali kebijakan NSB seperti semula. Akan tetapi, keberhasilan yang diraih hanya sementara karena Alfamart mengeluarkan program cross functional development yang berdampak kepada berubahnya kekuatan yang dimiliki oleh FSBKU RPP. The rapid emergence of the retail industry in Indonesia provides many job opportunities for the community. However, this development is not directly proportional to what the workers get. Many found that workers were burdened with wage reduction policies. This wage reduction was found in one of the largest retail companies in Indonesia, namely Alfamart. The wage reduction is carried out through the Goods Difference Note (NSB) system by calculating the number of physical and system goods listed. However, the problem with this system is that it burdens retail workers at Alfamart too much by continuously reducing wages every month. In 2020, NSB's policy changed by cutting 10% of monthly wages. This gave rise to a response from retail workers in rejecting the NSB policy through the Federation of Main Work Retail Warehouse and Shop Labor Unions (FSBKU RPP) within the Alfamart company. This article will look at the response of retail workers at Alfamart and the strategy carried out by the FSBKU RPP in rejecting the 2020 NSB policy at the Cikokol warehouse. This research uses a power resource approach, namely structural, associational and institutional and uses the contingent control paradigm (Ikeler, 2018) through control system theory and three labor markets as an analytical framework. Meanwhile, this paper uses qualitative methods with data collection techniques through interviews and literature studies. This research found that Alfamart workers were divided into two, warehouse and shop. These differences provide different working conditions. The presence of a union in the warehouse provides protection for its workers. FSBKU RPP, using its 3 resources, succeeded in negotiating with the Alfamart company by returning the NSB policy to its original state. However, the success achieved was only temporary because Alfamart launched a cross functional development program which had an impact on changing the power resources of the FSBKU RPP. |