Kedudukan Hukum Perjanjian Pinjam Nama dalam Kepemilikan Tanah Hak Milik oleh Orang Asing (Studi Putusan Mahkamah Agung 1208 PK/PDT/2022) = Legal Status of Nominee Agreements regarding Freehold Land Ownership by Foreigners (Study of Supreme Court Decision 1208 PK/PDT/2022)
Andira Permata Sari;
R. Ismala Dewi, supervisor; F.X. Arsin Lukman, supervisor; Pulungan, Muhammad Sofyan, examiner; Alwesius, examiner
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024)
|
Ketentuan dalam UU Pokok Agraria menyatakan bahwa tanah dengan status hak milik hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Namun sebagaimana yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1208 PK/PDT/2022, Orang Asing ternyata menggunakan konsep pinjam nama (nominee arrangement) untuk dapat memiliki tanah hak milik di Gianyar, Bali. Konsep tersebut dituangkan ke dalam bentuk perjanjian yaitu Surat Pernyataan dan Perikatan yang dibuat di hadapan notaris. Penelitian ini dilakukan dengan mengangkat 2 (dua) rumusan masalah, yaitu kedudukan hukum penggunaan pinjam nama (nominee arrangement) yang dibuat dalam bentuk perjanjian di hadapan notaris dan kesesuaian pertimbangan majelis hakim dalam menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung sebagai dasar hukum penggunaan pinjam nama (nominee arrangement). Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode doktrinal denganmenggunakan data sekunder yang didukung oleh data primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pinjam nama (nominee arrangement) tidak diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, sehingga untuk menentukan kedudukan hukumnya menggunakan aspek perikatan dan perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan aspek larangan pengasingan tanah dalam UU Pokok Agraria. Berdasarkan kedua peraturan tersebut konsep penggunaan pinjam nama (nominee arrangment) dianggap melanggar Pasal 1337 KUHPerdata dan Pasal 26 ayat (2) UU Pokok Agraria. Sedangkan terhadap notaris yang turut serta membuat akta autentik terkait pinjam nama telah tidak memenuhi kewajibannya dalam UU Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi untuk bersikap cermat dan menjaga kepentingan para pihak. Selain itu, penggunaan Surat Edaran Mahkamah Agung sebagai dasar hukum penggunaan pinjam nama (nominee arrangement) oleh majelis hakim sesuai dengan putusan-putusan pengadilan terdahulu yang memutuskan bahwa kepemilikan hak milik atas tanah tetap menjadi milik WNI sebagai pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat. Namun ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut berbeda dengan akibat hukum yang diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UU Pokok Agraria. Agrarian Law (UU Pokok Agraria) stated that land with freehold status can only be owned by Indonesian citizens. However, as happened in Supreme Court Decision No. 1208 PK/PDT/2022, foreigners apparently use the concept of nominee arrangement to be able to own freehold land in Gianyar, Bali. This concept made in the form of a notarial agreement. This research was carried out by raising 2 (two) research questions, namely the legal position of nominee arrangements made in the form of a notarial agreement and the suitability of the panel of judges' considerations in using Supreme Court Circular (Surat Edaran Mahkamah Agung) compared to Agrarian Law (UU Pokok Agraria) as the legal basis for nominee arrangements. This research employs doctrinal legal methods using secondary data and alo supported by primary data. The results of the research shows that the concept of nominee arrangement is not regulated in Indonesian law, so to determine its legal position need to use the agreement aspect in the Civil Code (KUHPerdata) and the prohibition aspect of land alienation in the Agrarian Law (UU Pokok Agraria). Based on these two regulations, the concept of using nominee arrangements is considered to violate Article 1337 of the Civil Code (KUHPerdata) and Article 26 paragraph (2) of the Agrarian Law (UU Pokok Agraria). Meanwhile, notaries who participate in making authentic deeds related to nominee arrangements have not fulfilled their obligations in the Notary Law and the Professional Code of Ethics to be careful and safeguard the interests of the parties. Apart from that, the use of Surat Edaran Mahkamah Agung as a legal basis for determining the subject who has the right to own land in a nominee arrangement case by a panel of judges is correct. However, the provisions in the Supreme Court Circular (Surat Edaran Mahkamah Agung) are different from the legal consequences regulated in Article 26 paragraph (2) of the Agrarian Law (UU Pokok Agraria). |
T-Andira Permata Sari.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | xii, 96 pages : illustration + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T-pdf | 15-24-75776814 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920539650 |