Tulisan ini menganalisis pemenuhan hak atas akses alat bantu bagi penyandang disabilitas ganda atau tunaganda di suatu panti sosial, serta menjelaskan tanggung jawab pemerintah, secara khusus Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan panti sosial terhadap hak atas alat bantu bagi penyandang tunaganda di Wisma Tunaganda Palsigunung. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan penelitian deskriptif, serta menggunakan data sekunder melalui penelusuran studi kepustakaan dan wawancara. Penyandang disabilitas ganda atau tunaganda merupakan kondisi dimana seorang individu memiliki dua kelainan.atau lebih, baik mental maupun fisik, yang berdampak pada perkembangan kemampuan yang tidak optimal sehingga dibutuhkan pelayanan khusus dalam Pendidikan, medis, maupun psikologis. Kondisi penyandang tunaganda yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap bantuan orang lain, memerlukan alat bantu untuk dapat melaksanakan kehidupan sehari-harinya secara lebih mandiri. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan pemenuhan hak atas alat bantu bagi penyandang disabilitas sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan terkait dengan ketersediaan dan variasi alat bantu yang disediakan, serta pendataan terkait penyandang tunaganda di Indonesia. Selain itu, untuk mewujudukan hasil yang maksimal dalam hal pemenuhan hak atas alat bantu bagi penyandang tunaganda, diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak, yaitu panti sosial, khususnya panti sosial dibawah yayasan swasta, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat. This paper analyzes the fulfillment of the right to access assistive devices for individuals with multiple disabilities in a social institution and elucidates the government's responsibilities, specifically those of the Provincial and Regency/City Social Services, as well as social institutions, with regard to the right to assistive devices for individuals with multiple disabilities in Wisma Tunaganda Palsigunung. The paper employs the normative juridical research method with a descriptive research approach, utilizing secondary data through literature searches and interviews. Individuals with multiple disabilities, or 'tunaganda,' experience conditions where an individual has two or more disorders, both mental and physical, impacting the development of abilities, necessitating special services in education, medical, and psychological domains. Given the high level of dependence of individuals with multiple disabilities on the assistance of others, they require assistive devices to lead more independent daily lives. While the government has made various efforts to fulfill the right to assistive devices for individuals with disabilities, as mandated by Indonesian legislation, there are still areas that require improvement, particularly concerning the availability and variety of assistive devices provided and data collection related to individuals with multiple disabilities in Indonesia. Moreover, to achieve optimal results in fulfilling the right to assistive devices for individuals with multiple disabilities, collaboration is essential from various parties, including social institutions—especially those under private foundations—community organizations, and the community. |