Undang-Undang (UU) Perlindungan anak menyebutkan anak yang berkonflik dengan hukum memiliki hak untuk dilindungi identitasnya dari publik. Tujuan hak ini untuk melindungi harkat dan martabat anak sehingga anak dapat kembali ke masyarakat tanpa stigmatiasi negatif pasca menjalani sanksi pidananya. Namun, di era yang serba digital saat ini, pelanggaran hak atas perlindungan identitas dapat dengan mudah terjadi bukan hanya oleh media namun juga masyarakat secara umum. Hingga saat ini UU Pers belum mengatur mengenai kewajiban pers untuk melindungi identitas anak dalam pemberitaannya sehingga pelanggaran rentan terjadi. Ditambah lagi dengan adanya ketentuan dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) yang mengkecualikan sidang tertutup untuk umum saat pembacaan putusan. Ketentuan tersebut memberikan akses kepada publik untuk menghadiri persidangan tersebut. Meski UU SPPA telah melarang publikasi identitas anak yang berkonflik dengan hukum, penyimpangan masih kerap terjadi dalam praktiknya. Akibatnya, anak yang identitasnya terpublikasi menerima label buruk dari masyarakat seperti yang terjadi pada perkara anak Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 4/Pid.sus-Anak/2023/PN.Jkt.Sel. Hal ini berbeda dengan negara lain, misalnya Jerman dan Kanada, yang lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam memberikan perlindungan bagi anak dalam masalah ini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif untuk menelaah perbandingan publikasi identitas anak terutama dalam sidang putusan anak antara Indonesia, Jerman, dan Kanada. Penelitian ini menemukan bahwa jika dibandingkan dengan Jerman dan Kanada, Indonesia memilki kelemahan dalam batasan pers membuat pemberitaan mengenai anak yang berkonflik dengan hukum dan isi sidang putusannya, Kelemahan tersebut berperan dalam mengakibatkan terjadinya penyimpangan praktik publikasi identitas dan isi putusan perkara pidana anak. Pelanggaran ini yang melanggar hak atas perlidnungan identitas anak dan menciderai tujuan dari sistem peradilan pidana anak itu sendiri. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut serta revisi UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, maupun UU SPPA itu sendiri. The Law on Child Protection states that children in conflict with the law have the right to have their identity protected from the public. The purpose of this right is to protect the dignity of children so that children can return to society without negative stigmatization after serving their criminal sanctions. However, in today's digital era, violations of the right to identity protection can easily occur not only by the media but also the general public. Until now, the Press Law has not regulated the obligation of the press to protect children's identities in its reporting so that violations are prone to occur. In addition, there is a provision in the Juvenile Criminal Justice System Law ("SPPA Law") that excludes closed trials for the public when reading a decision. This provision provides access to the public to attend the trial. Although the SPPA Law prohibits the publication of the identity of children in conflict with the law, irregularities still occur in practice. As a result, children whose identities are published receive a bad label from the community, as happened in the South Jakarta District Court Case No. 4/Pid.sus- Anak/2023/PN.Jkt.Sel. This is different from other countries, such as Germany and Canada, which provide more protection and legal certainty in providing protection for children in this matter. This research uses the juridical-normative method to examine the comparison of the publication of children's identities, especially in juvenile court proceedings between Indonesia, Germany and Canada. This study found that when compared to Germany and Canada, Indonesia has weaknesses in the restrictions on the press to make news about children in conflict with the law and the contents of the verdict hearing, these weaknesses play a role in causing irregularities in the practice of publishing the identity and content of the verdict of juvenile criminal cases. This violation violates the right to protection of children's identity and undermines the objectives of the juvenile criminal justice system itself. To resolve this problem, further review and revision of the Press Law, Journalistic Code of Ethics, and the SPPA Law itself is required. |