Penerjemahan adalah proses yang tidak luput dari kesulitan. Salah satunya adalah penerjemahan kosakata budaya dari teks sumber ke pembaca yang mungkin asing terhadap hal tersebut, seperti yang dapat ditemukan di dalam manga Jepang. Dengan demikian, penelitian ini mengupas dengan dalam strategi yang diterapkan para penerjemah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dari salah satu manga, yakni Detektif Conan, dan mencari tahu alasan dibalik penerapan strategi-strategi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis dengan pengkategorian kosakata budaya Newmark serta teori strategi penerjemahan Baker. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kedua teks terjemahan tersebut umumnya menggunakan strategi parafrasa dengan kata yang berhubungan, tetapi hanya terjemahan Indonesia yang menerapkan strategi substitusi budaya, dan terjemahan Inggris memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menerapkan strategi penggunaan kata pinjaman. Industri penerjemahan manga di Indonesia yang masih muda, diikuti dengan budaya populer Jepang yang masih dalam tahap awal perkenalan di Indonesia, mendorong lebih kuatnya domestikasi pada terjemahan Indonesia dibandingkan terjemahan bahasa Inggris untuk lebih mudah diterima pembacanya. Sementara itu, sejarah panjang industri penerjemahan manga di Barat, yang memperlihatkan adanya perubahan dari kecenderungan domestikasi menjadi foreignisasi, diikuti dengan tingginya tingkat konsumsi budaya populer Jepang di Barat membuat ideologi foreignisasi pada terjemahan bahasa Inggris lebih kuat dibandingkan terjemahan bahasa Indonesia. Translating is bound to encounter problems, one of them being the cultural words found in the source text that might be unrecognizable by the target readers. Thus, this study analyzes the strategies the Indonesian and English translators applied to translate the Japanese cultural words found in one manga series, Detective Conan (also known as Case Closed), and finds out the reasoning behind applying said strategies. This study uses the analysis method while applying Newmark's categorization of cultural words and Baker's translation strategies theory. This study found that paraphrasing with a related word was the most applied strategy in both translations. However, only the Indonesian translation used cultural substitution, and the English translation had a higher tendency to use the loan word strategy. Behind this is the background of the period when these translations were released: the young Indonesian manga translating industry, followed by Japan's pop culture consumption still in its introductory stage, led the Indonesian translation to have a more prominent domesticating ideology for the readers to accept easily. In contrast, the long history of the West manga translation industry, followed by a higher consumption rate of Japan's pop culture, led to a more prominent foreignization approach in its translation. |