:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Perjanjian Perkawinan Postnuptial Agreement yang Dibuat dengan Motif Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 636/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Brt) = Postnuptial Agreement Made with The Intention of Divorce (Case Study Decision of The Jakarta Barat District Court Number 636/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Brt)

Wiradharma Sampurna Putra; Daly Erni, supervisor; Latumeten, Pieter A., supervisor; Siti Hajati Hoesin, examiner; Liza Priandhini, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024)

 Abstrak

Perjanjian Perkawinan yang dibuat sebelum dan pada saat perkawinan berlangsung seharusnya didasarkan pada kesepakatan dan kesesuaian para pihak. Serta harus mengacu pada regulasi dan peraturan perundang-undangan sebagai dasar menyusun isi Perjanjian Perkawinan tersebut. Namun pada kenyataannya Perjanjian Perkawinan Postn uptial Agreement dan Pernyataan Pelepasan Hak atas Harta Bersama dibuat 1 (satu) hari sebelum gugatan perceraian dilayangkan oleh Nyonya YTS kepada mantan suaminya yaitu Tuan ST yang mengakibatkan pembatalan Akta perjanjian perkawinan Postnuptial Agreement dan Akta Pernyataan Pelepasan Hak atas Harta Bersama seperti yang ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat 636/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Brt. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier melaku studi dokumen yang selanjutnya di analisis. Dapat dikemukakan 2 (dua) hasil analisis dalam penelitian ini yaitu: Pertama, Perjanjian Perkawinan Postnuptial Agreement yang dibuat antara Nyonya YTS dan Tuan ST tidak berlaku surut dan tetap sah, namun tidak memiliki implikasi apapun, karena setelah dibuatnya Postnutptial tersebut tidak terdapat harta lagi yang diperoleh. Sedangkan Akta Pernyataan Pelepasan Hak atas Harta Bersama batal demi hukum, karena harta bersama yang diperoleh selama perkawinan menjadi kewenangan terikat bersama antara suami dan istri, serta perjanjian obligatoir (akta Pernyataan Pelepasan Hak atas Harta Bersama) tidak dapat meghapuskan hak kebendaan dari seorang subyek hukum. Kedua, persangkaan hakim memang diakui sebagai suatu alat bukti yang diatur dalam Pasal 164 HIR (Herzien Inlandsch Reglement), namun persangkaan hakim tersebut hanya menitikberatkan tenggat waktu dibuatnya Perjanjian Perkawinan dan Pernyataan Pelepasan Hak atas Harta Bersama yang hanya berjarak 1 (satu) hari dari Nyonya YTS mendaftarkan gugatan perceraiannya. Sehingga terhadap putusan pengadilan tersebut terdapat ketidakakuratan majelis hakim dalam memberikan pertimbangannya, seharusnya yang menjadi pertimbangan majelis hakim adalah harta bersama yang diperoleh selama perkawinan menjadi kewenangan terikat bersama suami dan istri dan baru akan berakhir setelah putusnya perceraian, serta perjanjian obligatoir (akta Pernyataan Pelepasan Hak atas Harta Bersama) tidak dapat meghapuskan hak kebendaan dari seorang subyek hukum.

Marriage agreement, made before and during the marriage should be based on the agreement and consent of the parties involved. It should also refer to the regulations and legal provisions as the basis for drafting the contents of the prenuptial agreement. However, in reality, the Postnuptial Agreement and the Statement of Relinquishment of Rights to Joint Property were made 1 (one) day before Mrs. YTS filed for divorce against her former husband, Mr. ST, resulting in the cancellation of the Postnuptial Agreement and the Statement of Relinquishment of Rights to Joint Property as found in the Decision of the West Jakarta District Court 636/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Brt. This legal research was conducted by collecting primary, secondary, and tertiary legal materials and studying documents for further analysis. Two (2) results of the analysis in this research can be presented: First, the Postnuptial Agreement made between Mrs. YTS and Mr. ST is not retroactively valid and remains valid, but it has no implications because there were no more assets acquired after the Postnuptial Agreement was made. Meanwhile, the Statement of Relinquishment of Rights to Joint Property is null and void because the joint assets acquired during the marriage are the joint responsibility of the husband and wife, and an obligatory agreement (the Statement of Relinquishment of Rights to Joint Property) cannot extinguish property rights of a legal subject. Second, the presumption of the judge is indeed recognized as a means of evidence regulated in Article 164 of the Herzien Inlandsch Reglement (HIR), but the judge's presumption only emphasizes the timing of the making of the prenuptial agreement and the Statement of Relinquishment of Rights to Joint Property, which was only 1 (one) day before Mrs. YTS filed for divorce. Therefore, the court's decision contains inaccuracies in the judges' considerations. The judges' consideration should have been the joint assets acquired during the marriage, which are the joint responsibility of the husband and wife and will only end after the divorce, and an obligatory agreement (the Statement of Relinquishment of Rights to Joint Property) cannot extinguish property rights of a legal subject.

 File Digital: 1

Shelf
 T-Wiradharma Sampurna Putra.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : x, 78 pages : illustration
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-pdf 15-24-14797586 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920540885